PESAN dari dua nomor tak dikenal tiba-tiba muncul dalam pesan WhatsApp saya. Isinya sama: pamflet diskusi buku disertai caption ajakan untuk mengikutinya.
Berdasarkan nama yang ada pada dua nomor itu, saya tidak mengenalnya sama sekali. Mereka juga tidak ada yang memperkenalkan diri atau mencantumkan namanya. Tapi kok bisa dia chat saya?
Kebetulan lembaga yang menggelar diskusi itu saya kenal. Saya termasuk bagian dari lembaga itu.
Cek per cek, ternyata dua nomor tadi juga ada dalam group komunitas saya: Fix mereka adalah penyelenggara yang belum saya kenal. Mungkin pernah saling sapa dalam satu forum tapi belum saling simpan kontak.
Setelah membuka arsip pesan WhatsApp, pemberitahuan sangat banyak di group-group. Termasuk di grup komunitas saya ini. Selama saya sakit dan pemulihan satu tahun lebih, semua grup WhatsApp saya arsipkan. Begitupun dengan beberapa aplikasi media sosial saya hapus dari android.
Kalau ingin buka media sosial, saya hanya buka melalui laptop. Itupun jarang sekali. Kadang hanya mengecek pemberitahuan atau pesan, lalu menutup kembali.
Saya memutuskan puasa membuat story, pun puasa melihat story orang lain. Ini salah satu cara agar bisa lebih tenang beristirahat. Tidak memikirkan pekerjaan, apalagi story teman yang liburan, ngumpul bareng, atau jalan kesana kemari.
Singkat cerita, saya buka link pendaftaran yang dibagikan. Sayangnya tidak bisa. Mungkin sudah tutup karena diskusinya sudah ingin dimulai.
Saya ikuti saja lewat siaran langsung di YouTube. Sama saja dengan yang ikut zoom. Kekurangannya, saya hanya jadi penyimak yang pasif. Tidak bisa berinteraksi.
Digelar KITA Bhinneka Tunggal Ika
Diskusi Buku 'Kepemimpinan dan Perdamaian' Karya Ichsan Malik. |
Komunitas yang menyelenggarakan diskusi buku ini adalah KITA Bhinneka Tunggal Ika, sebuah yayasan di Kota Makassar yang bergerak di bidang pendidikan, kepemimpinan, perdamaian dan anti kekerasan.
Saya gabung ke komunitas ini saat masih mahasiswa akhir awal tahun 2020. Di sini saya banyak belajar tentang kepemimpinan dan perdamaian.
Tema buku yang didiskusikan sangat menarik bagi kami atau orang yang punya ketertarikan pada isu kepemimpinan dan perdamaian. Apalagi penulisnya hadir langsung memberikan pengantar dan menjelaskan gambaran singkat tentang buku itu.
Ichsan Malik, bukan sosok asing bagi kami yang bergabung menjadi Guardians of Peace di KITA Bhinneka Tunggal Ika. Beberapa kali dia menjadi narasumber dalam kegiatan atau diskusi kami. Selalu menarik mendengar penjelasannya yang pelan dan berisi. Pengalamannya tidak diragukan lagi.
Aktivis perdamaian sekaligus pengajar Damai dan Resolusi Konflik di Universitas Pertahanan Indonesia ini telah melanglang buana dalam menyelesaikan konflik di dalam maupun luar negeri.
Beberapa diantaranya yakni menjadi inisiator Gerakan Perdamaian Baku Bae Maluku. Pernah ditunjuk sebagai fasilitator perdamaian di Afghanistan, hingga memulai dialog perdamaian di Pyongyang, Korea Utara, dan masih banyak lagi.
Sehingga tidak heran jika KITA Bhinneka Tunggal Ika selalu mengundang untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada calon-calon atau para Guardians of Peace.
Deskripsi Buku Kepemimpinan dan Perdamaian
Sampul Buku Kepemimpinan dan Perdamaian (Sumber: gerai.kompas.id) |
Daftar Isi (Sumber: gerai.kompas.id) |
Deskripsi dan Profil Penulis (sumber: gerai.kompas.id) |
Buku Kepemimpinan dan Perdamaian ini dimaksudkan untuk membahas secara reflektif berbagai isu penting berkenaan dengan peran, nilai, dan kapasitas seorang pemimpin dalam upaya penyelesaian konflik.
Peran pemimpin ternyata sangat menentukan dalam mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan.
Pemimpin itu perlu memiliki visi masa depan karena seorang pemimpin yang tidak memiliki visi masa depan dipastikan akan gagal menyelesaikan konflik.
Seorang pemimpin juga harus siap untuk menghadapi situasi terburuk saat konflik, karena itu ia membutuhkan beberapa keterampilan dasar untuk menyelesaikan konflik, seperti negosiasi dan mediasi.
Harus pula dipahami bahwa seorang pemimpin itu bukan seorang "superman" yang harus tahu dan bisa mengerjakan semua pekerjaan.
Oleh karena itu, sangat diharapkan seorang pemimpin dapat membangun jaringan kerja yang melibatkan partisipasi semua pihak.
Selain itu, pemimpin juga harus dapat melakukan kampanye perdamaian yang dapat menjangkau semua pihak yang berkonflik. Berbagai upaya tersebut akan dapat memberikan kontribusi yang optimal untuk perdamaian.
Pengantar Ichsan Malik
Penulis Buku Kepemimpinan dan Perdamaian, Ichsan Malik. |
Buku yang diterbitkan sekaligus menjadi bahan diskusi di komunitas KITA Bhinneka Tunggal Ika ini tidak terlalu tebal. Hanya 104 halaman.
Namun, setelah mendengar pemaparan singkat Ichsan Malik dalam diskusi ini, isinya terdengar sangat menarik. Apalagi direview langsung oleh Therry Alghifary selaku Direktur KITA Bhinneka Tunggal Ika, tempat saya banyak belajar tentang kepemimpinan, perdamaian dan anti kekerasan.
Mengawali diskusi, Ichsan Malik menjelaskan secara garis besar tentang isi buku tersebut. Isinya sudah jelas: Kepemimpinan dan Perdamaian.
Judul buku ini sebenarnya topik hangat di Indonesia. Kita baru saja melewati proses pemilihan presiden, pemimpin yang akan memimpin Indonesia selama lima tahun kedepan.
Dalam proses pemilihan pun diwarnai konflik antarpendukung. Bahkan berlanjut meskipun kontestasi telah berakhir dan KPU telah menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih.
Kemudian beberapa bulan kedepan, kita kembali akan melakukan pemilihan kepala daerah serentak.
Sehingga, sebenarnya, bukan hanya orang yang bergelut di bidang perdamaian yang penting membaca dan memahami buku ini, tetapi semua orang.
Karena kita terlibat dalam kehidupan masyarakat yang mana ada pemimpin dan yang dipimpin. Kalau kita bukan pemimpin, maka kita adalah orang yang dipimpin.
Pemimpin dalam Konteks Perdamaian
Pemimpin dalam konteks perdamaian. |
Beberapa hal yang sempat saya catat dalam diskusi ini diantaranya pemimpin dalam konteks perdamaian. Ichsan Malik menjelaskan dalam konteks perdamaian, pertama-tama pemimpin harus punya mimpi.
Menentukan Visi
Karena mimpilah yang akan mengarahkan pemimpin untuk membuat visi masa depan. Apa tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana cara untuk mencapainya. Tentu harus dilakukan dengan cara yang baik.
Dalam menentukan visi atau tujuan yang ingin dicapai, pemimpin harus memadukan tiga dimensi waktu: masa lalu, masa kini, dan masa depan.
"Dalam konteks bernegara, gambaran ideal masa depan suatu bangsa adalah adil, makmur, dan damai," kata Ichsan Malik.
Nah, untuk mencapai visi atau memadukan tiga dimensi waktu itu, ada empat skenario yang disebutkan Ichsan Malik.
Skenario pemimpin. |
1. Skenario burung unta
Pemimpin yang menerapkan skenario burung unta cenderung menghindari masalah yang muncul. Tipe pemimpin seperti ini tidak visioner. Dia malah selalu melihat kebelakang ketimbang melihat masa depan. Hal ini seperti burung unta yang selalu menenggelamkan kepalanya ke semak atau pasir ketika ancaman datang. Burung unta memilih berpura-pura tidak ada.
2. Skenario bebek patah sayap
Skenario ini membuat pemimpin hanya berputar-putar di masa lalu. Masalah yang dihadapi saat ini tidak mampu dituntaskan. Dan sudah pasti, pemimpin ini tidak bisa memikirkan masa depannya seperti itu. Ketika masalah muncul, ia hanya bisa berputar-putar di tempat seperti bebek yang sayapnya patah.
3. Skenario Icarus
Pemimpin dengan skenario Icarus cenderung merasa angkuh. Kepercayaannya secara berlebihan kadang membuatnya menjadi ceroboh dan gelisah. Pemimpin seperti ini kadang membuat rencana besar namun gagal total karena terlalu ambisius. Dia seperti ingin terbang ke matahari sampai dirinya hangus terbakar sebelum sampai.
4. Skenario terbang burung flamingo
Menurut Ichsan Malik, skenario ini yang ideal dimiliki oleh pemimpin. Skenario ini melihat pada burung flamingo yang dapat terbang jauh bersama-sama. Meski terbang dengan pelan, tapi tidak pernah meninggalkan kawannya.
"Burung flamingo ini bisa terbang dari Afrika ke Amerika. Ribuan mereka terbang dengan formasi V. Kalau yang di depan lelah, yang di tengah maju. Jadi kepemimpinan itu berkelanjutan," kata Ichsan Malik.
"Kalau Nelson Mandela memilih skenario terbang burung flamingo. Dia bernegosiasi dengan orang kulit hitam dan kulit putih untuk sama-sama membangun Afrika Selatan," ia menambahkan.
Berkarakter
Selain memiliki visi yang baik, kata Ichsan Malik, pemimpin juga harus berkarakter.
Ia mencontohkan karakter pemimpin yang baik seperti Nelson Mandela dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Keduanya adalah mantan Presiden Afrika Selatan dan Mantan Presiden Indonesia yang berperan penting dalam perdamaian.
Karakter kepemimpinan Nelson Mandela yang disebutkan adalah visioner atau melihat jauh kedepan, kebebasan, dan kearifan. Sementara Gus Dur yakni toleran, resiliensi, dan mengambil inisiatif.
"Ini enam karakter penting dalam mencapai visi perdamaian," katanya.
Keterampilan
Namun, berkarakter tidaklah cukup. Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan minimal empat hal: negosiasi, mediasi, membangun jaringan, dan kampanye perdamaian.
Negosiasi adalah keterampilan yang penting sekali. Karena pemimpin harus mampu berunding dalam mencari solusi dengan berbagai perbedaan.
Kemudian menjadi mediator untuk memediasi pihak ketiga dengan berbagai persoalan yang dihadapi.
Selanjutnya adalah mampu membangun jaringan. Tidak hanya membangun jaringan di masyarakat bawah, tetapi juga terhadap kelompok menengah dan kelompok elit.
Terakhir adalah kampanye perdamaian. War journalism or peace journalism. Di dalam kampanye perdamaian, kata dia, pemimpin harus selalu menyampaikan peace journalism bukan war journalism.
Seorang pemimpin harus mampu mengkampanyekan perdamaian sekaligus bisa meminimalisir hingga menghilangkan pemberitaan yang bisa merusak perdamaian.
"Ini keterampilan dasar yang harus dimiliki. Inilah inti dasar dari buku ini" Ichsan Malik.
Berikut video Diskusi Buku 'Kepemimpinan dan Perdamaian' Karya Ichsan Malik di YouTube KITA Bhinneka Tunggal Ika.
***
DEMIKIAN catatan dari Diskusi Buku Kepemimpinan dan Perdamaian Karya Ichsan Malik yang digelar oleh KITA Bhinneka Tunggal Ika. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Semoga bermanfaat.
Salam