SAAT bangun pagi, Farhan langsung mengambil bangku tempat duduk dan tasnya. Mengeluarkan buku dan pensil. Bersama Khusnul, ia meminjam gawai tetangga untuk menerima materi pembelajaran.
Mereka masih kelas satu sekolah dasar. Butuh bimbingan ekstra penuh untuk mengajarnya. Tidak cukup hanya memberikan materi lalu meyuruhnya mengerjakan.
  Guru memberikan materi melalui aplikasi Whatsapp. Lalu, mereka
      mengerjakan tugas tersebut dibimbing oleh orang tuanya. Tugas masih sangat
      dasar sekali. Belajar menulis.
  Di daerahnya, memang masih dalam zona hijau. Belum ada kasus. Tetapi
      untuk mengantisipasi sejak awal, sekolahnya juga menerapkan pembelajaran
      di rumah.
  Mengingat dalam kondisi seperti ini, prinsip kesehatan dan keselamatan
      yang menjadi prioritas utama bagi peserta didik, pendidik, tenaga
      kependidikan dan semua warga satuan pendidikan.
Meskipun pemerintah pusat di Kemendikbud telah membuat kebijakan baru dalam dunia pendidikan di masa pandemi Covid-19, tetapi belum bisa diterapkan ke seluruh daerah di Indonesia. Di sekolah Farhan misalnya.
   Lokasinya di Desa Benteng Gajah, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten
      Maros. Jaringan internet masih sering hilang, dan banyak peserta didik dan
      orang tua yang tidak memiliki gawai untuk belajar secara daring.
  Selain dari sisi sarana dan prasarana, masalah lain juga muncul dalam
      sisi metode pembelajaran. Cara orang tua mendidik anak sangat jauh berbeda
      dengan guru di sekolah.
  Rasa segan anak kepada orang tua lebih kecil dibanding kepada guru.
      Sehingga, orang tua lebih susah mengatur dan mendidik anak. Ditambah lagi,
      rasa cinta kasih orang tua kepada anak, yang membuatnya tidak tegas dalam
      mendidik.
  Bahkan, ketika orang tua sudah lelah mengajar anak, mereka yang langsung
      mengerjakan tugas anaknya. Dalam hal ini, cara mendidik yang tidak
      tepat.
  Perilaku tersebut tidak bisa serta merta disalahkan. Apalagi, situasi
      seperti ini tiba-tiba terjadi. Sehingga perlu adanya adaptasi.
  Para guru bisa memberikan pemahaman kepada guru tentang bagaimana cara
      beradaptasi dengan situasi pandemi dan mendidik anak. Atau orang tua bisa
      bertanya kepada guru atau wali kelas.
  Bagaimana cara mendidik anaknya, dan bagaimana sikap anaknya. Karena,
      setiap anak memiliki tipe dan karakteristik berbeda-beda.
Ada anak yang senang belajar jika memiliki teman, dan ada juga yang senang belajar sendiri. Tetapi, anak yang masih di sekolah dasar, seperti Farhan, lebih senang belajar jika memiliki teman.
Ketika Farhan belajar sendiri tanpa teman, ia susah mengikuti arahan orang tuanya. Tetapi saat temannya, Khusnul datang ke rumahnya dan belajar bersama, Farhan lebih semangat belajar.
  Oleh karena itu, orang tua perlu mencoba berbagai cara untuk mengetahui
      karakteristik anaknya. Melihat dalam situasi apa anaknya senang
      belajar.
Selain itu, orang tua juga harus menjadi pendengar yang baik, dan harus bersabar dalam mendidik anak. Apalagi yang masih berada di sekolah dasar.
  Terakhir, guru dan orang tua harus lebih aktif berkomunikasi terkait
      perkembangan peserta didik. Untuk menilai perkembangan pembelajaran
      peserta didik di masa pandemi, guru juga harus bertanya kepada orang tua
      yang mendidik langsung.
  Kemudian untuk peserta didik yang masih berada di zona hijau, apalagi
      daerah yang sulit mengakses jaringan internet, guru bisa berkunjung
      langsung ke rumah peserta didik dan mengajar langsung dengan jumlah yang
      sedikit dan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Di daerah Farhan misalnya. Bisa dibilang jumlah siswanya bisa dihitung dengan jari.
***
DEMIKIAN cerita tentang Menyikapi Pembelajaran pada Masa Pandemi di Desa. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silahkan tinggalkan pesan di kolom komentar jika Anda punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan.
Salam,