Mengintip 3 Destinasi Wisata di Benteng Gajah Maros
DUA hari sebelum puasa, Azhar bersama ibu dan adik perempuannya ke Tompobulu, Maros. Mereka datang dari Bone.
Mereka ingin memulai ramadhan di sini bersama om dan tante yang membesarkan Azhar dulu di Lindu. Selain itu, ibunya juga membuat kue buka puasa pertama.
Saya mengetahui dia datang setelah dua hari di Maros. Rumah saya dengan omnya tidak terlalu jauh. Hanya berjarak sekitar 200 meter lebih. Tapi saya hanya tinggal di rumah terus. Saat mengetahui dia datang, keesokan harinya saya menemuinya, sehari sebelum puasa.
"Assalamualaikum," kataku mengucapkan salam saat masuk ke rumah omnya.
Di dalam Azhar duduk bermain gawai. Di depannya bertumpuk kulit rambutan di baskom kecil. Beberapa buah masih tersisa di dalam kantongan.
Dia pun menjawab salam lalu tertawa lepas. Kami terakhir ketemu di Lindu dua tahun lalu. Sekarang, di kampung tempat saya berdomisili saat ini, kami bertemu lagi.
Kami bercerita banyak tentang masa kecil, pekerjaan saat ini, dan masa depan termasuk jodoh. Hahaha teman sepermainan kami dulu sudah banyak menikah, punya anak, bahkan ada yang sudah menikah dua kali.
"Jadi kapan pulang," saya bertanya.
"Rencana besok pulangmi," katanya.
"Kenapa cepat sekali,"
"Iya bela, mau ke Bone lagi. Mauji ke sini puasa pertama," jawabnya lagi.
"Jadi apaji kenang-kenangan di sini? Sudahmi jalan-jalan,"
"Dariji kemarin di sawah sama om. Foto-foto di sungai," katanya.
"Haha, ka tidak ke siniko liburan itu. Ke siniji pergi kerja sawah," kami tertawa bersama.
Sore harinya, saya bersama sepupu saya, sepupunya Acca juga, mengajaknya pergi jalan-jalan. Kebetulan ada beberapa tempat wisata di dusun Balocci, kampung kami. Wisata itu tidak jauh dari rumah. Jaraknya mungkin hanya sekitar 500 meter lebih. Tidak sampai lima menit mengendarai sepeda motor untuk sampai.
Ada 3 tempat yang saling berdekatan kami kunjungi.
Puncak Al Fath Maros
Pertama Puncak Al Fath Maros. Wisata ini masih dalam kawasan Desa Benteng Gajah, Tompobulu, Maros. Grand Launching Properti Syariah Puncak Al Fath ini dilakukan pada Juni 2021 lalu. Artinya sudah dua tahun lebih beroperasi.
Ini kali kedua saya ke tempat ini. Lokasinya tepat berada di kaki Gunung Saukang atau lebih arab disebut Bulu' Saukang. Jalan ke tempat ini cukup menanjak. Melewati sebuah sungai dan beberapa perkebunan jagung milik warga setempat.
Kami juga sempat mendapatkan segerombolan kambing dan beberapa ekor sapi dalam perjalanan ketika mendekati lokasi ini.
Saat hendak memasuki Puncak Al Fath, tiba-tiba seorang perempuan mendatangi kami.
"Bayarki dulu Rp 5.000 satu motor kalau mau ke atas," katanya.
Seingatku, dulu masih gratis. Entahlah, mungkin karena saya sudah lama tidak ke sini. Kami mengeluarkan uang Rp 10 ribu dari saku, memberi perempuan itu, lalu tancap gas naik ke villa.
Memasuki kawasan ini, tulisan 'I Love Al Quran' menyambut. Di depan tulisan itu ada semacam bale-bale yang cukup luas. Di belakangnya berjejer villa-villa kecil dengan latar belakang Bulu' Saukang.
Dari Puncak Al Fath ini terlihat jelas wilayah Desa Benteng Gajah juga Kecamatan Tompobulu secara luas. Meski tidak jauh, atap rumah warga tampak begitu kecil.
Sayangnya, tempat ini seperti tidak terawat dengan baik. Rumput belukar banyak tumbuh. Villa-villa juga beberapa bagiannya sudah mulai lapuk.
Di tempat ini, saya bersama Azhar, sepupu saya dan sepupu azhar juga, bersama adiknya berswafoto. Hanya sekitar sepuluh menit, kami pulang.
Adik Azhar mengaku kurang senang dengan tempatnya yang tidak terurus dan tertata rapi.
"Kalau begitu kita ke Bukit Bahagia. Siapa tau di sana bisa bahagia," kata Ayu, sepupu saya dan sepupu Azhar juga.
Ayu bersama adiknya Azhar. |
Sepupu satu kali. |
Azhar memotret adik dan sepupunya. |
Bersama Azhar. |
Bukit Bahagia Maros
Bukit Bahagia Maros berdampingan dengan Puncak Al Fath. Mungkin jaraknya hanya 100 meter. Kedua wisata alam ini sama-sama berada di kaki Bulu' Saukang.
Dari Puncak Al Fath, tidak ada jalan pintas ke Bukit Bahagia. Terlebih dulu harus keluar ke jalan poros desa, lalu masuk lagi ke Bukit Bahagia. Jalannya juga menanjak. Masuk ke bukit ini gratis.
Di bukit ini ada satu rumah. Saya tidak tahu apakah rumah itu ditinggali atau tidak. Tapi perabotan rumah tangga banyak bertumpuk di dalam. Sepertinya pemiliknya sedang keluar.
Saat ke sini, suasana sepi. Hanya ada dua orang tukang yang sedang membuat rumah panggung baru di sekitarnya. Selain itu, ada dua anak kecil yang menyambut kami. Mereka ikut jalan-jalan mengikuti kami.
Meski rumah saya tidak jauh dari tempat ini, tapi ini kali pertama saya masuk ke sini. Hehe selalu malas jalan-jalan, apalagi kalau sendiri.
Bukit bahagia ini lebih terawat dibanding Puncak Al Fath. Di sini terdapat tangga-tangga, permainan anak-anak, ayunan. Selain itu juga terdapat tempat seperti cafe. Banyak tempat duduk dan meja. Di atas meja masih terdapat gelas dengan sisa kopi.
Tempat ini juga sepertinya sering digunakan di malam hari. Karena terdapat banyak lampu tergantung di atap. Di sini ada dua mode: ruang tertutup (ada atap) dan ruang terbuka (tanpa atap).
Pemandangan Desa Benteng Gajah tampak indah dari bukit ini. Selain itu, juga terdapat tempat swafoto berbentuk love di tempat yang terbuka.
Sepertinya adiknya Azhar sudah cukup bahagia di tempat ini. Kalaupun tidak, setidaknya dia membaca tulisan bahagia di tempat ini.
Bukit Bahagia Maros. |
Pemandangan di Bukit Bahagia Maros. |
Villa Haji Makmur
Tempat terakhir yang kami kunjungi adalah Villa Haji Makmur. Saya tidak tahu apa nama villanya. Cuman karena yang punya adalah Haji Makmur, jadi sebut saja itu villa Haji Makmur.
Kalau Puncak Al Fath dan Bukit Bahagia berada di arah kekanan dari rumahku, Villa Haji Makmur berada di arah ke kanan dari rumahku. Jaraknya sedikit jauh daripada dua tempat sebelumnya. Perjalanan naik sepeda motor sekitar tujuh menit.
Lokasinya masih masuk Dusun Balocci. Alamatnya hanya beda RT dengan alamat rumahku. Nama lokasinya adalah Tanetepanasa.
Vila ini dibangun baru dua atau tiga tahun lalu. Dibangun saat pandemi Covid-19. Sebenarnya ini adalah rumah pribadi Haji Makmur. Tapi karena tempatnya berada di puncak dan ditata dengan baik, sehingga banyak orang datang mengunjunginya.
Bahkan Bupati Maros Chaidir Syam tahun lalu melaksanakan Musrenbang kecamatan di villa tersebut.
Villa itu bak istana di puncak. Bangunannya besar. Pekarangannya juga luas. Terdapat banyak taman bunga di dalamnya. Tersedia tempat nongkrong hingga kolam renang. Di tempat ini, tante saya bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART).
Tidak heran, pemiliknya adalah orang kaya. Hidupnya makmur seperti namanya. Di kampung, Haji Makmur termasuk paling kaya. Hanya dia yang punya Villa, pembantu di rumah, dan supir pribadi.
Dari villa ini, nampak jelas puncak Bulu' Saukang di arah barat. Sekitar 2 jam lagi, matahari pasti akan tenggelam dibalik gunung. Betapa indah melihat cakrawala di langit berwarna orange. Kami berencana menikmati senja di villa ini.
Saat memasuki pintu gerbang, tiba-tiba seluler Azhar berdering. Di layar muncul nama Bapak Ayu -omnya, om saya juga- sedang memanggil. Saat menelepon, dia baru saja selesai bekerja. Dia akan pulang.
Jarak sawahnya dengan rumahnya cukup jauh. Butuh waktu sepuluh hingga dua puluh menit naik sepeda motor. Saat pergi ke sawah di pagi hari, dia diantar sama Azhar.
"Jemputka sekarang," kata Bapa Ayu dari sambungan telepon.
"Awwah, baruki sampai di villa ini mau foto-foto," Azhar membalasnya.
"Masa' jalanka pulang. Jemputma sekarang," katanya lagi.
"Iye pale, tunggumi," kata Azhar lalu menutup telepon.
Karena panggilan itu, kami tidak sempat menikmati suasana di villa itu. Tidak sampai lima menit. Hanya foto beberapa kali, langsung pulang. Rencana menyambut senja pun sirna. Kami pulang dengan perasaan kurang puas.
Azhar di Bukit Bahagia Maros. |
Foto di depan Villa Haji Makmur. |
Pemandangan dari Villa Haji Makmur. |
Tentang Azhar, Teman SMP yang Yatim Dua Kali
Sebenarnya saya tidak memiliki hubungan darah langsung dengan Azhar. Pun dalam silsilah keluarga. Tapi dia sudah termasuk keluarga. Sepupu satu kali saya adalah sepupu satu kalinya Azhar. Adik perempuan bapak saya menikah dengan adik laki-laki ibunya Azhar.
Acca, begitu dia akrab disapa, adalah keturunan dari dua daerah. Bapaknya dari Tanrutedong di Sidrap, sementara ibunya dari Sumabu di Palopo. Sementara Acca lahir dan kecil hingga menamatkan sekolah dasarnya di Tikke, Sulawesi Barat.
Di masa sekolah dasar, bapaknya meninggal. Sejak itu ia bersama adiknya menjadi yatim.
Beberapa waktu kemudian, ibunya merantau. Pergi menjadi TKI di Arab Saudi. Adiknya pulang ke neneknya di Sumabu. Sementara Acca ikut omnya -Bapak Ayu- ke Lindu, Sulawesi Tengah.
Di Lindu saya pertama kali bertemu dengannya. Kami sama-sama tinggal di kebun. Di sana dia melanjutkan sekolah menengah pertamanya.
Selama tiga tahun selalu bersama. Entah di sekolah, atau ketika pulang sekolah. Hampir selalu sama-sama juga ke kebun.
Setelah lulus SMP, saya melanjutkan sekolah menengah atas di Kota Palu. Jauh dari kampung. Di kota, saya ngekos sama kakak. Biaya sekolah juga mahal. Apalagi saya sekolah di swasta.
Sementara Acca mentok sampai SMP. Om tempatnya tinggal tidak mampu membiayainya. Ia langsung bekerja di kebun membantu omnya. Sampai sekarang profesi itu dilakoninya.
Saya tidak ingat pasti, apakah dua atau tiga tahun lalu, ibunya menikah lagi dengan orang Bone semenjak pulang dari Arab Saudi. Mereka tinggal di Bone.
Meski ibunya telah kembali, bahkan memiliki bapak tiri, Azhar tetap memilih tinggal bersama omnya di Lindu. Apalagi ia sudah memiliki kebun sendiri. Dia juga sudah makin dewasa. Tinggal menunggu jodoh untuk membangun rumah tangga.
Saya sempat ketemu lagi dengan Azhar pada November 2021 lalu. Waktu itu, kakak pertama saya menikah di Lindu. Saya sekeluarga ke sana. Di sini saya bertemu lagi dengan beberapa teman lama, teman masa-masa kecil, salah satunya Acca. Namun hanya seminggu, saya pulang lagi ke Maros.
Bulan Mei tahun lalu, Acca juga meninggalkan Lindu. Bukan selamanya. Dia pergi ke ibunya. Pertama ke Sumabu. Lalu ke Bone, kampung bapak tirinya.
Bapaknya sakit beberapa bulan lalu. Sempat dibawa ke Rumah Sakit Salewangan di Maros. Katanya rumah sakit di Bone penuh. RS Salewangan Maros juga tidak begitu jauh dari tempatnya. Dia dirawat di RS.
Tidak lama setelah dirawat, bapaknya meninggal. Kini Azhar bersama adik perempuannya sudah dua kali menjadi yatim. Ibunya juga dua kali menjanda.
Pulang ke Bone Tengah Malam
Di Maros, Acca hanya empat hari. Hari terakhir, ibunya buat kue banyak. Kemudian dibawa ke masjid menjelang buka puasa. Ini adalah salah satu cara berbuat baik dan mengumpulkan pahala sebagai bekal di akhirat kelak.
Seperti dalam sebuah hadis disebutkan bahwa memberi makan kepada orang yang sedang berpuasa, akan mendapat pahala sebesar pahala orang berpuasa.
Di malam harinya, Acca bersama ibu dan adiknya pun pulang ke Bone.
"Kapan pulang Acca?," kataku selepas berbuka puasa.
"Sebentar kalau tengah malam baru pulang," katanya.
"Hati-hati di jalan. Semoga sampai dengan selamat."
***
DEMIKIAN cerita bertemu Azhar, teman SMP yang yatim dua kali dengan perjalanan di beberapa destinasi wisata dekat rumah saya. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silahkan tinggalkan pesan di kolom komentar jika Anda punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan.
Salam,
Bagikan Artikel Ini
Di tempat saya pun ada beberapa tempat wisata yg awalnya bagus dan terawat, belakangan jadi tumbuh rumput liar,karena bermunculan wisata baru,akhirnya orang' berpindah ke wisata baru, akhirnya tempat wisata lama sepi dan tak terurus,mungkin tak ada biaya masuk...persahabatan yang indah, lama juga masih saling berhubungan.
Hehe iya. Ada saingan yang lebih bagus. Mungkin karena kurang pengunjung, jadi makin tidak terurus. Padahal bisa direnovasi, lebih diperindah lagi. Sama kurang pengunjung karena kurang terpublikasi...
Yg datang hanya orang-orang di kampung.😀
Tempatnya tergolong indah ya
wah sekarang dimana mana bayar, walau katanya hanya sekedar uang parkir
Hehe iya. Asalkan ada label "tempat wisata" biar sederhana sekali pun dijadikan cuan..
Tempat yang pertama itu kalau dari foto kelihatan bagus, tapi sayangnya gak terawat ya. Jadi penasaran uangnya dipakai untuk apa ya? Soalnya kalau setiap motor diberi tarif sepertinya bisa tuh untuk sekedar memotong rumput supaya rapi.
Haji Makmur benar-benar seperti namanya ya, makmur :D Vilanya itu memang dibuka untuk umum kah atau orang berkunjung saat pemiliknya gak ada? Asyik juga bisa foto-foto di sana, pemandangannya bagus :)
Cerita Acca sangat menarik, ia yatim dua kali. Semoga masa depannya cerah dan cita-citanya tercapai. Amin.
Iya, awal dibuat, tempat itu bagus dan masih gratis. Tapi lama kelamaan sudah mulai tidak terurus. Entahlah duit tarif kendaraan digunakan untuk apa.
Hehe iya. Sangat makmur untuk di kampung kami. Sebenarnya villa itu adalah rumah pribadinya. Dan terbuka untuk umum. Bahkan sekelas Bupati, camat, dan kepala desa melakukan musrenbang di Villa ini.
Cuman kalau orangnya tidak ada, pintu pagarnya ditutup, jadi tidak bisa masuk. HEhe.
Soal Acca, Aamiin.
Terimakasih sudah mampir memberikan komentar positif dan doa untuk teman saya kak. Semoga kak Indi juga sehat selalu.
Sesuai namanya, pak haji makmur hidupnya makmur ya bahkan punya villa bak istana. Benar-benar makmur.😅
Hehe iya. Hidupnya makmur.
Pasti teman akrab nih makanya diajak jalan-jalan ke tempat wisata. Banyak obrolan kalo lama tidak ketemu ya.
Mungkin dulu gratis tempat wisatanya karena baru buka, sekarang ada tiketnya 5.000.
Iya. Dulu sama2 di perantauan. Sekolah sama2. Tinggal di kebun sama2. Kalau ke sekolah, sama2 jalan kaki sekitar 3 kilometer. Hampir siang malam sama2...jadi akrab sekali.hehe
Tiap kali mampir ke sini ku selalu lagi kayak diajak belajar dialek makassar atau Sulawesi hehe...Kisah yang cukup panjang dalam cerita keluarga tapi penuh makna ya....senang kalau antar saudara itu rukun jadi kalau kumpul yang ada happy...sekalian jalan jalan biar liat pemandangan indah. Jadi penasaran dengan kota kota yang ada di sana, Lindu, Bone, Palu...paling familiar sih palu...karena dulu kepala daerahnya pasha ungu atau sigit purnomo hahahhah...oiya sama apakah ini dekat dengan manado ya?
Hehe makasih Mbul...semoga betah berkunjung ke blog ini.😁
Kurang afdhol rasanya kalau ketemu teman lama dan tidak ada momen yang diabadikan. Minimal kalau ketemu lagi ada sesuatu yang bisa dicerita. Hehe.
Kalau Manado jauh di ujung Utara Sulawesi. Kalau saya di ujung selatan Sulawesi. Kalau Palu ada di tengah2 Pulau Sulawesi.
Kalau Maros, Bone, dan Lindu memang kurang familiar sih karena hanya nama Kabupaten. Beda dengan Palu yang jadi Ibu Kota. Apalagi ada artisnya yang pernah jadi kepala daerah. Viral di media jadi familiar.
terima kasih sudah berbagi foto dan cerita tentang wisata benteng gajah maros
yup, semoga bermanfaat..
Baru saja kepikiran, namanya Alfath MaasyaaAllah terkesan Islami.
Dan ternyata masuk properti syariah ya kak? Keren gitu ada tulisan I love Alqur'an gitu..
Jadi setelah dari sana, sudah bahagia belum? Hehe
Iya kak Ummu. Puncak Al Fath property syariah. Villa2 dan wisata alam islami gitu.
Padahal lokasinya strategis. Tepat di kaki gunung. Jadi kalau ke tempat ini sedikit mendaki. Cuman sayang kurang terawat. Banyak tumbuhan belukar menjalar.
Tetap bahagia dong. Karena setelah dari sana bisa jadi konten blog lagi. Haha😀🤭