Merespon 3 Takdir Allah: Kematian, Rezeki, Jodoh

Menghadiri takziyah tidak sekadar datang menghibur keluarga almarhum yang ditinggalkan. Ada ceramah penting untuk membasuh jiwa yang kering.

SEKIRA sebulan lalu, bapaknya Fikar --belakangan baru saya tau namanya om Anwar Dg Taba-- masih tersenyum di depan kiosnya saat saya datang. Dia duduk santai di bale-bale menunggu pembeli. Kondisinya terlihat sehat. Masih bercanda dengan dua keponakan saya yang ingin beli es krim di kiosnya.

Beberapa hari kemudian, dia sakit. Sempat tidak sadarkan diri. Awalnya dibawa ke Puskesmas Tompobulu. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Makassar.

Saya bersama ibu sempat menjenguknya di rumah sakit. Kondisinya sudah memprihatinkan. Qadarullah, Allah memanggil setelah sepuluh hari merasakan sakit. Ia berpulang di usia 63 tahun. Sama seperti usia Rasulullah.

Tadi malam adalah malam kedua takziyah di rumahnya. Masyarakat cukup ramai datang menghibur keluarga yang ditinggalkan. Kehadiran masyarakat ini juga untuk mendengar tausiah pak ustadz. Karena mendengar ceramah tentang kematian bisa membasuh jiwa yang kering.

Jiwa yang kering disebabkan salah duanya karena cinta dunia dan takut kematian. Momen seperti takziyah inilah jadi pengingat bahwa dunia hanya sementara dan kematian adalah sesuatu yang pasti akan kita temui. Cepat atau lambat.

Saya tidak kenal penceramahnya. Namanya juga saya tidak tahu. Itu tidak terlalu berarti. Ada yang lebih penting, yakni materi ceramah yang disampaikan.

Seperti sebuah kalimat yang cukup familiar bagi penuntut ilmu: Jangan melihat siapa yang menyampaikan, tapi lihatlah apa yang disampaikan. Meski anak-anak sekalipun kalau yang disampaikan adalah ilmu yang bermanfaat, patut kita dengarkan dengan baik lalu amalkan. Apalagi ini penceramah adalah pak ustadz yang kaya akan ilmu agama.

Materi ceramahnya sangat relate dengan kehidupan sekarang. Entah itu yang dialami keluarga almarhum maupun masyarakat yang hadir mendengarkan. Termasuk para remaja, pemuda yang mungkin masih kesulitan mencari rezeki dan belum menemukan jodoh. Apalagi ditengah uang panaik yang semakin tinggi. Hehe.

Dua hal di atas adalah takdir Allah yang kadang tidak bisa ditebak dari mana datangnya. Diantara dua takdir yang selalu jadi beban pikiran dan dicari-cari itu, ada yang kadang dilupakan: kematian.

Inilah inti ceramah takziyah tadi malam: kematian, rezeki, dan jodoh.

Ketiganya misterius. Datang dan pergi tanpa bisa diprediksi sepenuhnya. Namun dampaknya sungguh nyata dalam kehidupan.

Kematian

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Itu sudah takdir Allah yang telah tercatat di lauh Mahfudz.

Kematian, seringkali hadir tanpa mengetuk pintu. Ia merenggut orang-orang terkasih, meninggalkan luka mendalam dan pertanyaan yang tak terjawab. 

Namun, di balik kesedihan, kematian juga mengajarkan tentang betapa berharganya waktu. Ia mengingatkan bahwa hidup ini singkat, dan kita harus mengisinya dengan ketaatan kepada sang pencipta. 

Berpulangnya almarhum Om Anwar, kata pak ustad tidak boleh diratapi. Bersedih boleh saja, tapi jangan sampai berlebihan.

Karena kematian sudah menjadi ketentuan Allah. Cepat atau lambat, kita semua yang bernyawa pasti akan menyusul. Tinggal menunggu waktu yang sudah ditetapkan sang pencipta.

"Tidak perlu kaget kalau ada orang yang tiba-tiba meninggal. Kalau orang mati tiba-tiba hidup, saya juga pasti akan kaget," katanya berseloroh kepada jamaah.

Tidak bisa dipungkiri, terkadang banyak orang yang sering kaget ketika ada kawan dekat atau bahkan orang tercinta yang tiba-tiba meninggal. Mungkin tadi malam masih sama-sama minum kopi, pagi hari sudah berpulang.

Itu sudah menjadi ketetapan sang pencipta. Tua, muda, anak-anak, raja, rakyat biasa, orang kaya dan miskin, semua akan merasakan mati.

Rezeki

Rezeki, misteri yang selalu dicari dan dinanti. Ia memiliki jalannya sendiri yang tak terduga. Kadang ia datang berlimpah, kadang terasa begitu sulit diraih.

Kita diperintahkan untuk selalu berusaha, bekerja keras, dan berdoa. Hasilnya ditetapkan Allah yang seringkali di luar kendali kita.

Ada kalanya pintu rezeki terbuka lebar bagi seseorang yang tampak biasa saja. Sementara yang lain berjuang mati-matian tanpa hasil yang sepadan.

"Rezeki tidak akan tertukar. Kalau rajin bekerja, banyak-banyak juga didapat. Kalau malas sedikit tong didapat," kata pak ustadz dengan logat Makassar. Sesekali dia menyampaikannya dalam bahasa Makassar.

Kata pak ustadz, selain berusaha dan berdoa, kita diminta untuk selalu bersyukur atas apa yang didapatkan. Banyak sedikitnya rejeki yang diberikan, itu adalah yang terbaik.

Rezeki yang banyak tidak menjamin manusia semakin dekat dengan Tuhannya. Begitupun yang sedikit.

"Kuncinya kita harus selalu bersyukur," kata pak ustadz.

Jodoh

Jodoh bukan sekadar tentang menemukan pasangan hidup, tetapi tentang menemukan seseorang yang melengkapi, yang menerima segala kekurangan dan kelebihan.

Salah satu takdir Allah yang tidak bisa ditebak, kata pak ustadz adalah jodoh.

Di bagian ini, dia menceritakan kisahnya ketika berta'aruf selama sembilan tahun. Saya sempat berpikir, masa iya pak ustadz tahan bertaaruf atau pacaran selama sembilan tahun.

Mungkin waktu itu belum jadi ustadz atau bisa jadi karena ustadz juga manusia. Hehe.

Dari ceritanya, dia mengatakan lama ta'aruf tidak menjamin itu adalah jodoh yang ditentukan oleh Allah. Sembilan tahun berkomunikasi, pada akhirnya hadir sebagai tamu undangan di acara pernikahannya.

Jamaah tertawa mendengarnya.

Bukan hanya cerita pak ustadz seperti itu. Banyak kisah saya temukan secara langsung tentang jodoh yang tidak ditebak.

Ada yang sudah pergi lamaran tapi tidak jadi. Tiba-tiba berjodoh dengan orang tak dikenal. Ada yang menemukan jodohnya di usia paruh baya. Dan lain-lain. Banyak juga yang sudah menikah dan punya anak, tapi bercerai di tengah jalan. Dan masih banyak lagi cerita di lapangan yang tidak terduga.

Saya sedikit lega mendengar bagian ini. Ada yang bisa jadi jawaban ketika ditanya kapan nikah?

Cukup jawab: Yo ndak tau, kok tanya saya.

Eh salah. Kita bisa jawab: jodoh itu takdir Allah. Tidak bisa ditebak. Hehe.

KESIMPULAN

Kematian, rezeki, dan jodoh adalah tiga sisi mata uang kehidupan yang tak terpisahkan. Kita tidak bisa memilih kapan kematian menjemput, seberapa banyak rezeki yang akan kita dapatkan, atau siapa yang akan menjadi pendamping hidup kita. Namun, kita memiliki pilihan bagaimana merespons setiap kejadian tersebut.

Kita bisa memilih untuk larut dalam kesedihan atau bangkit dengan kekuatan baru. Kita bisa memilih untuk menyerah pada kesulitan rezeki atau terus berusaha dengan keyakinan akan takdir Allah. Kita bisa memilih untuk menutup hati atau membuka diri pada kemungkinan cinta.

Dalam ketidakpastian ini, yang bisa kita lakukan adalah menjalani setiap hari dengan sebaik-baiknya, menghargai setiap detik yang diberikan, berbagi kebaikan kepada sesama, dan terus berharap yang terbaik.(*)

About the Author

Blogger pemula dari Makassar.

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di bawah ini dan bagikan pendapat Anda tentang artikel di atas.