Sedikit Cerita Perjalanan Bersama Mio J
SEPEDA motor ini keluaran tahun 2013. Alm bapak beli pada tahun 2017. Sudah bekas. Pemakaian empat tahun.
Setelah kakak perempuan saya menikah, suaminya pakai sepeda motor ini bekerja selama lima tahun.
Sebelumnya sepeda motor saya Jupiter MX. Saya pakai bekerja di Makassar. Sudah saya jual beberapa bulan lalu.
Karena pekerjaan saya di lapangan, lebih banyak di jalanan daripada di kantor, membuat saya kurang nyaman pakai motor Jupiter MX. Apalagi kalau musim hujan.
Bagasinya sangat kecil. Tidak muat jas hujan. Lebih-lebih kalau sepatu. Belum kalau mencari alamat baru dengan panduan google maps. Kopling harus ditarik saat motor melambat. Tangan kiri tidak bisa pegang HP.
Kakak ipar saya kerja di toko bangunan. Kadang di pabrik padi. Dia bisa pakai motor apa saja. Tujuannya hanya rumah ke toko atau pabrik.
Karena itulah saya tukaran sepeda motor. Saya pakai Mio J yang bagasinya muat sepatu dengan jas hujan. Dia pakai Jupiter MX.
Saya pakai sepeda motor ini mulai tahun 2022. Sangat nyaman dipakai di perkotaan. Tangan kiri bebas pegang HP meski motor sedang berhenti, lalu jalan perlahan.
Ada banyak kenangan bersama sepeda motor ini. Setia mengantar kesana kemari siang malam. Pergi pagi kadang pulang pagi.
Salah satu yang kuingat waktu mogok di kantor KPU Sulsel. Waktu itu saya sudah liputan pemilu. Karena waktu itu hujan deras, saya pergi makan Coto Makassar. Tidak jauh dari kantor KPU. Sembari tunggu hujan reda baru dorong motor ke bengkel.
Tiba-tiba ada penugasan mendadak di kantor. Sementara hujan masih deras, angin kencang, banjir di jalanan (eh, bukan banjir, hanya genangan kata pemerintah setempat) plus motor mogok.
Saya belum mau pusing. Saya sudah terlanjur di warung. Saya lapar. Juga dingin.
Pikiranku fokus pada makanan di atas meja: Coto Makassar rasa 'janda': jantung-daging.
Saat pelayan meletakkannya, sejenak saya coba sedikit. Kurang mantap.
Saya tambah sedikit garam, percikkan beberapa iris jeruk nipis, tambah setengah sendok kecil lombok tumis.
Saya coba lagi sedikit. Ahhhhhhh, ini baru mantap.
Tambah dua ketupat, saya makan dengan lahap sampai kuahnya tandas. Masih panas. Pedisnya membuat lidah menari-nari. Seperti terbakar lalu mengeluarkan asap di lubang telinga.
Bulir-bulir keringat keluar mengusir dingin yang menusuk kulit. Rasa lapar hilang. Kenyang.
Isi perut sudah tenang, tapi pikiran belum. Bagaimana caranya saya bisa ke kantor sekarang?
Saya coba hubungi partner kerja. Meski dia dua atau tiga tahun lebih senior, status kami setara: sama-sama reporter. Hanya beda desk liputan.
Semoga dia bisa bantu. Responnya cepat. Baik.
Dia ada di Warkop Soqta, tempat kami selalu nongkrong. Inilah warung kopi tempat nyantai sambil kerja cukup nyaman. Setidaknya bagi saya. Mungkin dia juga. Dan beberapa wartawan lain.
Kopinya enak di lidah. Pahitnya terasa sampai ke tenggorokan. Harganya pun ramah di kantong para buruh ketik. Hanya Rp 10 ribu segelas. Setelah itu bisa menikmati wifi gratis mulai pagi sampai larut malam.
Selain itu tempatnya juga nyaman. Ada sofa panjang. Empuk. Kalau capek duduk bisa baring. Kalau ngantuk, bisa tidur. Kadang ada sampai bermalam, nginap di warkop ini. Pulang ketika matahari terbit. Haha.
Saat saya hubungi partnerku, katanya dia tidak sibuk. Mungkin lagi santai duduk di sofa, ngopi sambil makan gorengan. Apalagi hujan deras.
Untung dia mau direpotkan. Dia bangkit dari zona nyamannya. Meninggalkan kopinya. Hujan-hujan datang mengendarai motor Jupiter MX untuk tonda saya ke kantor tempat kami bekerja di Jl Cendrawasih (nama jalannya sekarang sudah berganti, saya lupa).
Ada tapi-nya...
"Jangan bilang ke bos di kantor kalau saya yang tonda. Jangan sampai saya diliat," katanya.
Aman.
Untung tidak sampai di depan kantor matonda. Masih jauh.
Alhamdulillah saya sampai di kantor tepat waktu karena bantuannya. Saya langsung bekerja seperti biasanya. Mengerjakan penugasan.
Bos tidak tau kalau motorku mogok. Saya juga tidak bilang kalau ke kantor ditonda sama dia.
Sepertinya dia benar-benar ikhlas menolong. Tidak mau ditau orang lain kebaikannya. Apalagi sama bos kami di kantor.
Padahal ini bisa jadi penilaian plus untuk dia. Sayang dia bukan tipikal orang suka cari muka. Dia bukan penjilat. Dia ikhlas bekerja.
Atau kemungkinan lain, dia tidak mau ditau bos karena......(Ah, tidak jadi. Saya tidak mau berprasangka buruk).
Bagikan Artikel Ini
Alhamdulillah
punya teman baik
kalau saya masih pakai honda fit, pastiny lebih payah ya
tapi kalau mogok, paling cuma businya, lap dengan tisu, beres dah