Biografi Tan Malaka, Pencetus Republik Indonesia

DIA adalah orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Soekarno menyebutnya seorang yang mahir dalam revolusi. Muhammad Yamin menjulukinya bapak Republik Indonesia.

Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya. Lebih tragis lagi, namanya dipinggirkan oleh sejarah Orde Baru. Padahal dia ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden Soekarno.

Dia adalah Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka atau akrab dengan nama Tan Malaka.

Tidak banyak anak bangsa mengetahui namanya. Apalagi mengenal sosoknya. Tidak seperti Soekarno, Muhammad Yamin, dan beberapa pahlawan yang akrab sejak SD.

Kisah Tan Malaka nyaris tidak ada dalam buku pelajaran sejarah. Bahkan selama sekolah saya tidak pernah mendengar namanya. Begitu asingnya sosok pejuang ini.

Nama Tan Malaka pertama kali saya dengar di kampus. Bukan dari dosen. Tapi dari senior yang gemar melakukan aksi demonstrasi. Mereka mengklaim sebagai golongan kiri.

Mahasiswa golongan kiri, banyak mengkaji pemikiran Tan Malaka. Buku Madilog seakan menjadi bacaan wajib. Sebab dapat membangkitkan pikiran kritis tentang masa lalu.

Baiklah, kali ini saya sedikit berbagi kisah Tan Malaka yang dijuluki sebagai bapak Republik Indonesia.

Tulisan ini saya rangkum dari buku TAN MALAKA: Biografi Singkat (1897-1949) yang ditulis oleh Taufik Adi Susilo.

Buku ini diterbitkan oleh Garasi di Jogjakarta pada Oktober 2008. Ukurannya 14x21 cm dengan jumlah halaman 148 halaman.

Sebanyak tujuh bab membahas tentang Tan Malaka. Mulai dari kisah hidup sang revolusioner hingga misteri kematiannya.

Tan Malaka lahir di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897. Meninggal di usia 52 tahun. Kematiannya masih misteri. Ada mengatakan ditembak di Kediri pada 16 April 1949. Tapi ada juga yang mengatakan hal lain.

Sebagai anak yang lahir di Minangkabau, sejak kecil Tan Malaka dibekali ilmu agama (mengaji) dan juga pencak silat. Dua hal tersebut menjadi bekal saat mengembara ke berbagai negara.

Tan Malaka beruntung menjadi anak seorang pegawai pertanian Hindia Belanda. Selangkah lebih maju dari warga lain. 

Saat berusia 12 tahun, dia berkesempatan mengecap sekolah pendidikan guru yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda yaitu di Sekolah Rajo, Bukitinggi. Di sekolah, Tan Malaka adalah murid yang cerdas.

Tan malaka lulus pada tahun 1913. Lalu pada usia 17 tahun dia melanjutkan studi ke negeri Belanda untuk sekolah di Rijksweekschool atau Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah di Haarlem.

Di Belanda, watak Tan Malaka terbentuk. Ia rajin membaca, belajar, sekaligus merasakan penderitaan. Di sana, dia menutupi kekurangan uang dengan mengajar bahasa Melayu, sambil berusaha menyelesaikan sekolah.

Setelah perang dunia I usai, November 1919, Tan Malaka pulang ke Indonesia. Lalu menjadi guru di sekolah yang didirikan oleh perusahaan perkebunan Eropa.

Karena tidak tahan melihat penindasan yang diderita oleh para kuli perkebunan yang didatangkan dari Jawa, Tan Malaka berhenti dan pindah ke Semarang.

Perjuangannya kemudian tidak hanya dalam usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan.

Ia pun mulai terlibat dalam politik dengan menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI sendiri berlindung di belakang Sarekat Islam (SI) sambil melakukan kegiatan agitasinya. 

Tan juga aktif menyelenggarakan pendidikan gratis kepada anak rakyat jelata, menulis pamflet, dan mendorong berbagai pemogokan. Hingga akhirnya PKI dipisahkan dari SI, dan peranan Tan Malaka sebagai agitator komunis menjadi mencolok bagi polisi rahasia Hindia Belanda.

Sehingga, tak lama kemudian, Tan Malaka ditangkap dan dibuang ke Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Januari 1922. Kemudian pada Maret 1922 dia diusir ke luar Indonesia. Maka dimulailah petualangannya dari satu negara ke negara lain.

Tan Malaka melakukan pengembaraan selama 20 tahun ke berbagai negara. Pelarian politiknya dimulai di Amsterdam dan Rotterdam pada tahun 1922. 

Kemudian diteruskan ke Berlin. Berlanjut ke Moskow, Canton, Hongkong, Manila, Shanghai, Amoy, dan beberapa desa di pedalaman Cina.

Selanjutnya dia menyelundup ke Singapura, Penang, dan akhirnya memutuskan kembali ke Indonesia pada tahun 1942.

Sepanjang petualangannya di berbagai negara, Tan Malaka telah menempuh jarak 89 ribu kilometer. Setara dengan dua kali keliling bumi dua benua. Dia juga menguasai delapan bahasa yaitu Minang, Indonesia, Belanda, Rusia, Jerman, Inggris, Mandarin, dan Tagalog.

Selama pelarian, ia menulis buku tentang menuju republik Indonesia di Canton pada 1924. Buku itu menjadi bukti bahwa Tan Malaka adalah pencetus gagasan Indonesia Merdeka jauh sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945.

Gagasan ini Tan Malaka sampaikan sembilan tahun sebelum Soekarno menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933). Juga jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta yang menulis Indonesia Merdeka sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda (1928).

Dalam usia 27 tahun, Tan Malaka sudah mencanangkan kemerdekaan Indonesia dan ada kejelasan perihal bagaimana bentuk negara Inonesia yang merdeka kelak, yakni republik.

Kecintaannya terhadap buku telah menghasilkan sejumlah gagasan dan pemikirannya dia tuangkan ke dalam 26 karya.

Berikut karyanya Dari Penjara ke Penjara (1948), Parlemen atau Soviet (1920), SI Semarang dan Onderwijs (1921), Dasar Pendidikan (1921), Naar de Republiek Indonesia (1942), Semangat Muda (1925), Massa Actie (1926).

Manifesto Bangkok (1927), Pari dan International (1927), Pari dan PKI (1927), Pari dan Nasionalisten (1927), Asia Bergabung (1943), Manifesto Jakarta (1945), Politik (1945), Rencana Ekonomi Berjuang (1945), Muslihat (1945), Thesis (1946), Pidato Purwokerto (1946).

Pidato Solo (1946), Islam dalam Tinjauan Madilog (1948), Pandangan Hidup (1948), Kuhandel di Kaliurang (1948), Pidato Kediri (1948), Gerpolek (1948), Proklamasi 17-8-45, isi dan Pelaksanaannya (1948).

Pada awal tahun 2000-an sejumlah buku karya Tan Malaka diterbitkan ulang oleh banyak penerbit. Seperti Madilog, Gerpolek: Gerilya Politik Ekonomi. Juga Massa Aksi.(*)

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url