Profesi Sebagai Laboratorium Ilmu

Tulisan ini juga diterbitkan di tabloid Profesi UNM. Saya menguploadnya lagi di blog ini.


SELAMAT ulang tahun LPM Profesi UNM. Tiga tahun lagi menuju usia emas. Semoga tetap eksis dan selalu menebar manfaat.

47 tahun berkarya bukan waktu singkat. Pengurus silih berganti. Berbagai tantangan telah dilalui. Masa orde baru, reformasi, hingga disrupsi digital. Alhamdulillah masih eksis.

Ini artinya Profesi masih dibutuhkan. Bukan hanya sivitas kampus. Tapi alumni dan masyarakat luas. 

Mereka masih membutuhkan karya UKM pertama di kampus pencetak 'pahlawan tanpa tanda jasa' ini. 

Mereka butuh informasi perkembangan dan peristiwa aktual di kampus. Tak hanya sebagai pembawa berita, peran Profesi sebagai kontrol sosial juga masih sangat dibutuhkan agar kebijakan di kampus berjalan demokratis. 

Sebagaimana peran pers sebagai pilar demokrasi. Apalagi jika sebagian lembaga kemahasiswaan tak berdaya di bawah kungkungan birokrat yang anti kritik.

Meski saat ini perkembangan media sosial sangat pesat. Hampir setiap peristiwa dengan mudah tersebar di media sosial. 

Namun, kadang informasi peristiwa itu tidak terverifikasi. Profesi masih terdepan dalam menyajikan berita berdasarkan fakta yang terverifikasi.

Saya mengenal Profesi sejak semester dua. Saat itu seorang pengurus Profesi menghubungi melalui Facebook terkait pendaftaran. 

Dengan modal penasaran dan rasa ingin tahu tentang jurnalistik, saya mendaftar. Hingga akhirnya jatuh cinta dalam dunia kewartawanan.

Hampir empat tahun menjadi magang dan pengurus. Mulai 2016 hingga 2020. Saya menyebut Profesi sebagai kampus kedua sekaligus rumah saya di Makassar.

Di Profesi saya tidak hanya sekadar belajar jurnalistik dan berorganisasi. Lebih dari itu. Di redaksi -sebutan sekretariat- saya hidup. 

Bekal dari redaksi pun mengantarkan saya ke tempat kerja. Menjadi seorang wartawan.

Pengurus dan alumni bak keluarga. Mereka selalu ada dan membantu kala saya membutuhkan. Entah saat sakit atau persoalan lain. Termasuk jika biaya hidup sedang terpuruk.

Sebagai perantau, jauh dari keluarga, berlembaga adalah sumber kehidupan. Hampir seluruh waktu saya sebagai mahasiswa habis di Profesi. Bahkan melebihi waktu belajar di kampus yang hanya 144 SKS.

Bagi saya, Profesi adalah laboratorium ilmu. Profesi tempat belajar banyak hal tentang kehidupan. Kerja jurnalistik membuat saya paham kehidupan kampus yang dianggap sebagai miniatur negara. 

Berorganisasi mengajarkan soft skill dan pengembangan diri. Serta keredaksionalan mengajarkan kekeluargaan.

Jurnalistik

Sebagai lembaga pers, Profesi menjalankan fungsi dan perannya sebagai media informasi, kontrol sosial, pendidikan, juga hiburan. 

Profesi selalu menyajikan peristiwa seputar kampus. Memberikan informasi terkait pendidikan. 

Juga sebagai kontrol sosial atas kebijakan birokrat yang tidak berpihak ke mahasiswa. Serta sebagai sarana hiburan bagi civitas kampus yang suntuk bergelut dalam dunia akademik.

Menjalankan fungsi dan peran pers itu membuat saya menjadi generalis. Mengetahui banyak hal tapi sifatnya umum. Kebalikan spesialis yang mengetahui banyak tentang satu hal.

Dalam kehidupan kampus, saya belajar politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Belajar politik langsung dengan pelaku dan juga bertanya langsung kepada ahli di bidangnya. 

Seperti dalam proses pemilihan presiden mahasiswa, dekan, hingga rektor yang sarat akan politik.

Begitupun belajar ekonomi dari segi penetapan subsidi silang uang kuliah tunggal. Atau kebijakan kampus dalam sistem badan layanan umum. 

Profesi memberi akses untuk semua itu. Menjelajahi setiap ruangan, menemui siapa saja dan bertanya tentang apa saja.

Dengan menjalankan tugas jurnalistik, saya memperluas jejaring. Bisa menemui dan berteman dengan siapa saja. 

Mulai mahasiswa biasa, mahasiswa berprestasi, dosen terbaik, ketua jurusan, dekan, hingga rektor. 

Bahkan tidak terbatas di lingkup kampus UNM. Dengan identitas Profesi, saya berjejaring hingga ke berbagai pimpinan kampus swasta di Makassar.

Berorganisasi

Profesi sama seperti UKM dan lembaga kemahasiswaan pada umumnya. Profesi adalah lembaga yang juga memiliki program kerja di luar kerja-kerja jurnalistik.

Ada struktur organisasi dengan tugas dan peran masing-masing. Sesekali membuat kepanitiaan. 

Merancang program kerja, melaksanakan, hingga mengevaluasi kemampuan dalam mengorganisir kegiatan.

Menjalankan program kerja dalam organisasi membuat saya mengembangkan diri dan menambah soft skill baru. Berorganisasi menambah pengetahuan dan wawasan.

Berorganisasi melatih jiwa kepemimpinan saya. Kepanitiaan dalam menjalankan program kerja melahirkan semangat kerja sama, meningkatkan kemampuan komunikasi, belajar manajemen waktu, serta membentuk kecerdasan emosional.

Keredaksionalan

Selama berprofesi, saya melalui tahapan mulai magang, pengelola harian, pengelola inti, hingga pimpinan umum. 

Semua saya lalui secara bertahap. Setiap tahap ada pembelajaran dan tantangan tersendiri.

Magang saya analogikan seperti bayi yang baru belajar berjalan dan berbicara. Pada tahap ini saya sama sekali tidak tahu tentang jurnalistik. 

Di sinilah saya mulai belajar bagaimana cara wawancara. Kemudian menulisnya dalam bentuk berita. Lalu menerbitkannya.

Kemudian tahap kedua pengelola harian. Saya membayangkan sebagai seorang kakak yang punya adik. 

Di tingkatan ini saya sudah mulai paham wawancara dan menulis berita. Lalu pemahaman itu saya ajarkan kepada adik magang.

Tahap ketiga adalah pengelola inti. Di sini saya ibaratkan sebagai orangtua yang mendidik anak-anaknya. 

Tingkatan ini tidak lagi belajar bagaimana cara mengajar anak menulis berita. Tapi lebih dari itu. 

Sebagai orangtua, ada beban lain yakni bagaimana memikirkan agar kehidupan di keluarga Profesi bisa tetap jalan. 

Memikirkan bagaimana produk bisa dihasilkan. Juga memikirkan bagaimana anak-anak bisa makan dan minum. Sehingga dapat menjalankan tugas jurnalistik dan juga kepanitiaan.

Dengan sistem seperti itu, rasa kekeluargaan muncul dan terpatri hingga selesai. Bukan hanya sesama angkatan atau pengurus. 

Tapi kekeluargaan itu saya rasakan dari senior yang sudah lama hingga pengurus yang baru datang.

Demikianlah secercah cerita berproses di LPM Profesi UNM. Ada banyak sekali cerita yang tidak bisa sekaligus diuraikan. Semoga di usia ke-47 ini LPM Profesi UNM semakin baik lagi dari sebelumnya. 

Tetap eksis dan selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Serta selalu memberi manfaat dalam setiap aktivitas.

TANPA ANDA, KAMI BELUM LENGKAP. (*)

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url