Nostalgia Ikut Pemilu di Ponpes Al Muhajirin DDI Sakeang

Pemilu 2024 adalah kali kedua saya ikut mencoblos. TPS saya di Ponpes Al Muhajirin DDI Sakeang. Sebelum memilih, kenangan 19 tahun lalu saat kelas 1 dan 2 SD teringat.


WARGA di kampung dan warga net sudah lama membincangkan calon presiden yang akan menggantikan Joko Widodo. Jauh hari sebelum Pemilu digelar, adu mulut tak terhindarkan.

Menjelang hari pencoblosan, suasananya makin memanas. Para caleg dan peluncurnya gencar menelusuri lorong-lorong kampung menemui calon pemilihnya. Amplop tersebar kemana-mana. Nilainya bermacam-macam.

Pemilu kali ini bertepatan dengan hari kasih sayang atau valentine day, 14 Februari 2024. Tapi kasih sayang itu malah redup. Yang ramai malah saling hujat antar pendukung calon presiden di media sosial.

Tanggal 14 telah tiba. Saatnya memilih.

Bernostalgia di Ponpes Al Muhajirin DDI Sakeang

Suasana masih pagi, Pondok Pesantren Al Muhajirin DDI Sakeang sudah ramai. Tidak seperti biasanya, sekolah ini bukan diramaikan oleh siswa seperti pada hari-hari sebelumnya. Tapi ramai oleh masyarakat yang ingin merayakan pesta demokrasi.

Ponpes Al Muhajirin DDI Sakeang menjadi salah satu dari empat lokasi tempat pemungutan suara (TPS) di Desa Benteng Gajah, Tompobulu, Maros. Di sekolah inilah saya memilih calon presiden dan (yang katanya) wakil rakyat untuk lima tahun kedepan.

Saat memasuki sekolah ini, ingatanku melompat jauh ke belakang. 19 tahun lalu, saya mulai belajar membaca dan berhitung di sekolah ini. Namun, tidak berlangsung lama, hanya dua tahun, saya merantau ke Palu dan meninggalkan sekolah ini tahun 2005.

Sejak meninggalkannya hingga sarjana, barulah lagi saya masuk dan menginjakkan kaki di kelas tempat saya pernah makan-makan kala ujian semester berakhir.

Tidak banyak yang berubah. Gedungnya masih sama seperti dulu. Hanya saja, salah satu gedung sudah usang dan rusak. Tidak lagi digunakan dan juga tidak diperbaiki.

Saya tiba di sekolah ini sekira pukul 09.40 Wita. Awalnya saya hanya diam melihat orang-orang pada antri di depan kelas. Ruang TPS ada di dalam kelas. Sekaligus mengingat masa lalu.

Masyarakat yang antri cukup ramai. Duduk berkelompok-kelompok dan saling berdialog. Berbagai macam mereka ceritakan. Siapa calon presiden pilihannya hingga calon legislatif yang ingin di coblos.

Di dinding kelas yang membatasi ruang TPS, terpampang lima jenis surat suara. Hanya ada dua surat suara terpasang nama beserta foto yakni calon presiden dan wakilnya; dan DPD RI. Tiga lainnya hanya deretan nama dan logo partai.

Tiba-tiba, seorang wanita dari belakang menegur. 

"Setorki surat undangan pemilihta," katanya dari belakang yang melihat surat undanganku yang masih rapi terlipat di saku celana.

Saya baru sadar, ternyata mereka yang antre telah menyetor surat undangannya. Berdasarkan nomor urut setoran itulah, nama mereka satu persatu dipanggil.

"Hampirma antri terus di sini tidak dipanggil-panggil," kataku pada perempuan itu lalu berterimakasih.

Antri 2 Jam Mencoblos 2 Menit

Karena terlambat menyetor surat undangan memilih, saya antri hampir dua jam. Nama saya dipanggil sekira pukul 11.10 Wita.

Naning, petugas dengan postur tubuh besar dan tinggi berdiri tepat di pintu masuk. Dia berjaga, tempat pemilih menyetor surat undangan memilih, juga memanggil pemilih yang antri satu persatu.

Sebelum masuk, Naning meminta gawai untuk disetor. Pemilih dilarang memotret di dalam ruang kelas tempat mencoblos. Gawai pun saya setor lalu masuk.

Di dalam ruangan, beberapa petugas mengalungkan id card di leher duduk rapi. Masing-masing punya tugas berbeda.

Ada mengurus tanda tangan pemilih, ada mengurus surat suara lalu diberikan kepada pemilih. Ada juga yang mengarahkan pemilih di kotak suara.

Selain anggota KPPS, beberapa saksi juga duduk rapi berjajar. Mereka memantau pemilih yang mencoblos.

Setelah menandatangani nama saya yang sudah tertulis di daftar pemilih, petugas lain memberikan lima surat suara.

Saya lalu pergi ke bilik suara. Pertama-tama saya coblos calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.

Kemudian memilih calon senator. Terakhir baru calon anggota legislatif DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten.

Di bilik suara, saya hanya sekitar satu atau dua menit. Lalu memasukkan ke dalam kotak suara. Sebelum keluar meninggalkan ruangan, terlebih dulu mencelupkan ujung kelingking ke tinta yang telah disediakan sebagai tanda saya sudah memilih.

Saya Memilih Anies Baswedan

Dari tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, saya memilih mencoblos pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Saya memilih mereka tentu punya alasan tersendiri.

Dalam pasangan tersebut saya melihat sosok Anies Baswedan dengan segala macam prestasinya. Saat memimpin DKI Jakarta, ia memberikan warna baru dan banyak inovasi selama lima tahun memimpin.

Kinerjanya juga mendapat banyak penghargaan. Mulai dari dalam negeri hingga dunia internasional. Banyak yang mengakuinya.

Tidak hanya pandai berkata-kata dan memberi motivasi, Anies Baswedan juga telah membawa warna baru dalam kampanye. Cara dia memperkenalkan gagasannya melalui desak Anies menurut saya sangat menarik.

Dia terbuka dengan berbagai macam kritik, menerima pertanyaan apapun, dan selalu memberikan jawaban yang memukau. Dalam program tersebut, Anies bukan sekadar memperkenalkan diri, tapi juga ikut mencerdaskan pemilih.

Dari program tersebut, banyak masyarakat mengulik isi kepala dan gagasan Anies yang akan dilakukan jika terpilih menjadi presiden. Hal tersebut tidak saya lihat pada dua calon presiden lainnya.

Namun, ini hanya pilihan pribadi. Siapapun yang terpilih nantinya, dialah presiden yang harus kita akui untuk memimpin negeri tercinta ini.

***

DEMIKIAN catatan harian tentang nostalgia ikut pemilu di Ponpes Al Muhajirin DDI Sakeang. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silakan tinggalkan jejak tanggapan Anda di kolom komentar.

Salam,

signature
Next Post Previous Post
2 Comments
  • Randi Iskandar
    Randi Iskandar 1 Maret 2024 pukul 17.07

    Menggugurkan kewajiban ya mas, meski harus nunggu 2 jam. hehe..

  • Wahyudin Tamrin
    Wahyudin Tamrin 1 Maret 2024 pukul 18.21

    Sebenarnya tidak ada kewajiban yg perlu digugurkan sih. Cuma memenuhi hak untuk melihat perubahan yang lebih baik untuk Indonesia. Ups..haha

Add Comment
comment url