Makna Dibalik Musibah Gempa Palu, Bertemu Teman Lama

Bersama Asmaul Husna di Gowa, Sulsel
Bersama Asmaul Husna di Gowa, Sulsel. Dia adalah teman SMP yang jadi korban gempa di Kota Palu.

Tiada sehelaipun daun yang gugur melainkan dia mengetahuinya. Dan tidak ada satupun di alam ini yang terjadi secara kebetulan, tetapi Allah telah mengaturnya.


DALAM agama Islam, perintah yang pertama kali diturunkan ialah membaca. Bukan hanya sekadar membaca kitab suci, buku, apalagi status di media sosial. 

Tetapi hal yang paling penting ialah membaca lingkungan sekitar, membaca setiap tanda-tanda yang terjadi di alam ini.

Terkadang kita merasa sombong. Merasa diri kita paling benar, dan tidak jarang mengeluh jika sedang mendapat masalah bahkan musibah sekalipun. Kita sangat jarang bersyukur kepada-Nya.

Ban sepeda motor bocor misalnya. Terkadang kita mengeluh apalagi jika sedang buru-buru.
Kita terkadang tidak memikirkan makna dibalik masalah tersebut. Bisa jadi Allah telah mengatur semua ini. 

Sengaja membocorkan ban kendaraan kita karena di depan akan ada kecelakaan yang terjadi, sehingga sedikit memperlambat perjalanan kita agar terhindar dari musibah kecelakaan tersebut.

Sama halnya dengan yang dirasakan oleh saudara kita yang sedang berada di Kota Palu yang baru saja dilanda gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi. Sebuah bencana yang cukup dahsyat dan merenggut banyak korban jiwa.

Salah seorang sahabat sewaktu SMP, Asmaul Husna (nama yang sangat indah dalam agama Islam) menceritakan bagaimana kejadian dahsyat itu menimpa Kota Palu. 

Saat itu ia sedang berada di Palu, tepatnya di Tondo.

Sore harinya ia telah berencana ingin jalan-jalan ke Pantai Talise. Tempat itu sangat ramai, karena menjadi tempat terselenggaranya event tahunan Festival Pesona Palu Nomoni.

Sebelum berangkat, ia disibukkan dengan aktivitas pribadi hingga terjadi gempa pertama. 

Karena sudah terbiasa dengan bencana alam yang sering melanda Kota Palu itu, ia hanya tertawa menertawai temannya yang berasal dari Jeneponto karena baru saja merasakan gempa.

Anak pertama dari dua bersaudara ini baru kaget ketika mendapat kabar bahwa air laut naik dan terjadi tsunami. Ia pun juga mulai menangis dan bergegas ke tempat yang dianggapnya aman.

Akibat dari tsunami tersebut, tempat yang sangat indah dan ramai dikunjungi orang waktu itu kini habis di seret gelombang air laut. Tempat yang awalnya ingin di kunjungi oleh teman saya.

Sebuah kesyukuran karena Allah masih sayang padanya dengan memberi berbagai kesibukan pada sore itu. Seandainya tidak, mungkin saja ia juga akan terseret oleh gelombang air laut.

Sebagai seorang hamba, kita seharusnya lebih banyak bersyukur dan meminimalisir mengeluh. Mensyukuri segala apa yang telah Dia berikan. Baik itu dalam bentuk nikmat, masalah, ataupun musibah sekalipun.

Dua hari pasca kejadian, Husna bersama adiknya berangkat ke Makassar mencari tempat yang lebih aman untuk sementara waktu. Di sinilah kami bertemu lagi setelah kurang lebih enam tahun tidak pernah bertemu.

Suka duka mengiringi pembahasan pada sore hari di salah satu rumah di BTN Bumi Batara Mawang, Kabupaten Gowa, Selasa 9 Oktober 2018. 

Dengan setoples kacang telur dan dua gelas sirup yang dicampur dengan es batu menjadi peyedap pembahasan terkait gempa dan tsunami di Palu.

Canda tawa juga sesekali muncul kala membahas kisah sewaktu sekolah bersama-sama. Kami sama-sama tinggal di Luo, sebuah Dusun yang sangat terpencil dan berada di tengah-tengah hutan.

Butuh waktu 30 hingga 60 menit jalan kaki hingga tiba di SMPN Satap Maradindo, tempat kami menuntut ilmu. Tak jarang juga ia menggunakan sepeda.

Namun setelah tamat SMP, kami sama-sama sekolah di Kota Palu. Namun sekolah kami berbeda jauh. Ia di SMAN 6 Palu, sementara saya di SMK BK Palu. 

Sejak itulah kami tidak pernah bertemu. Dan kini kembali ketemu karena musibah.

Begitu banyak makna di balik setiap musibah. Pertama ia berencana ingin ke Palu Nomoni, karena diberi kesibukan, sehingga terhindar dari musibah tersebut.

Kedua, kami tidak memiliki sebercak rencana pun untuk bertemu, tetapi karena musibah yang diberikan Allah, akhirnya selama enam tahun lebih kami bertemu lagi.

Semoga kita bisa lebih jeli dalam membaca setiap tanda-tanda kejadian alam. Selain itu, semoga dengan adanya musibah ini, kita bisa lebih banyak bersyukur dan lebih banyak mengingat-Nya.

***

DEMIKIAN catatan harian tentang makna dibalik musibah gempa Palu, bertemu teman lama. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar agar kita bisa saling kenal.

Salam,

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url