Bahagia dengan Berbagi

RuBI Wajo

SALAH dua yang membuat saya bahagia adalah mendapat ilmu dan berbagi. Dua hal ini tak ternilai oleh materi. 

Dengan ilmu, saya bisa lebih sadar diri dan merasa bodoh. Dengan berbagi, ilmu tidak akan berkurang atau hilang. Melainkan akan terus bertambah.

Hal itu mendorong saya untuk ikut terlibat dalam gerakan kerelawanan. Secara khusus dalam bidang pendidikan.

Minggu lalu, pada tanggal 17-19 Juni, saya berkesempatan terlibat dalam Ruang Berbagi Ilmu (RuBI) yang diselenggarakan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Kebetulan, beberapa teman dekat saya juga aktif terlibat di kegiatan ini.

Dari 4 materi yang disediakan, saya memilih disiplin positif. Sebenarnya saya belum memahami baik materi ini. 

Dengan bekal training dan fasilitator yang pernah saya ikuti di KITA Bhinneka Tunggal Ika, materi ini saya pilih.

Saya panel bersama Kak Therry. Direktur Executive KITA Bhinneka Tunggal Ika, yang juga telah banyak memberikan training kepada para guru dan penggerak pendidikan. Peserta yang kami dapat ialah guru-guru SMP.

Tidak harus menunggu sampai ahli untuk berbagi ilmu. Akan tetapi lebih baik jika ilmu yang diajarkan benar-benar dipahami dan dikuasai.

Saya sendiri sadar, materi yang saya bagikan belum sepenuhnya saya pahami. Apalagi pesertanya adalah guru yang jauh lebih tua dan berpengalaman mengajar dibanding saya.

Dalam ruang kelas itu, saya banyak belajar dari cerita pengalaman guru-guru. Tentu banyak hal baru yang saya dapatkan untuk jadi bahan refleksi.

Kak Uti, salah satu narasumber dari Jakarta banyak bercerita dalam perjalanan pulang ke Makassar. 

Ia sangat aktif. Terhitung telah 14 kali menjadi narasumber sejak RuBI terbentuk pada tahun 2015.

Setiap ada kegiatan RuBI, ia selalu cuti di tempat kerjanya. Sampai ada adagium bahwa jangan sampai pekerjaannya mengganggu semangatnya mengikuti RuBI. Salut dengan jiwa kerelawanannya dalam ranah pendidikan.

Banyak hal ia ceritakan dalam mobil Avanza itu. Tentu kisahnya dalam aksi kegiatan RuBI. Selain itu, pelajaran-pelajaran yang didapatkan saat menjadi narasumber.

RuBI Wajo ini dilaksanakan di SMAN 3 Wajo. Diikuti 113 peserta yang merupakan kepala sekolah dan guru-guru di Kota Sutera itu.

Sementara narasumber ada 22 dan dokumentator 3 orang. Kami berasal dari berbagai daerah dengan misi yang sama.

Beberapa peserta sempat bertanya di sela-sela penerimaan materi. Apa yang membuat para narasumber untuk ikut menjadi relawan dan berapa bayaran untuk mengisi pelatihan seperti ini.

Tentu sebagai relawan, kami tidak dibayar. Bahkan narasumber rela cuti dari tempat kerjanya, dan mengeluarkan hartanya untuk biaya kebutuhan pribadi dan perjalanan ke lokasi.

Semua karena panggilan jiwa. Karena misi. Karena dengan berbagi, ada kebahagiaan tersendiri yang tidak akan hilang melebihi harta benda.

Kata Anis Baswedan, para relawan tidak dibayar bukan berarti tak bernilai. Tetapi tak ternilai. (*)

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url