2.934 Mahasiswa Rebutan 18 Ruang Kuliah

Tulisan ini terbit di Tabloid LPM Profesi UNM edisi 214 pada Mei 2017. Terbit dalam rubrik Reportase Khusus di halaman 4 dan 5.


SEKELOMPOK mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Makassar sedang mengikuti perkuliahan di Ruang D Gedung FIS, Rabu (10/5). Mentari sedang terik kala tak kurang dari 101 mahasiswa tersebut mengikuti proses perkuliahan di ruang yang sama. Hanya ada dua kipas angin yang menunjang ruang kuliah itu.

Hari itu, dosen pengampu mata kuliah memang menggabung dua rombongan belajar ke dalam satu ruang kuliah secara bersamaan. Di antaranya, 44 mahasiswa Sosiologi angkatan 2014 dan 57 mahasiswa angkatan 2016. Penyesuaian kurikulum baru menyebabakan adanya dua angkatan memporgram mata kuliah yang sama. Itu pun mahasiswa lain yang mengulang mata kuliah tersebut belum terhitung.

Tak pelak, ratusan mahasiswa tersebut harus berlomba mencari kursi sebelum kuliah. Apabila tak kebagian kursi, mereka pun terpaksa harus berbagi satu kursi untuk dua mahasiswa. Apabila masih tak muat, kursi dari ruang kuliah lain dipinjam sementara.

Hal tersebut diakui oleh mahasiswa Jurusan Sosiologi, Muhammad Aidil Fitrah.

"Kalau tidak dapat kursi, ya angkat dari kelas lain. Tapi biasa kalau datang dosennya, me- reka lagi yang pusing cari tem- pat duduk," ujarnya.

Tak hanya itu, kelihaian mahasiswa juga ditantang karena kapasitas ruang kuliah yang terbatas. Beberapa mahasiswa pun terpaksa harus duduk dan mengikuti perkuliahan dari luar kelas.

Proses perkuliahan tersebut bukan terjadi sekali dua kali saja. Sejumlah dosen lain dinilai doyan menggabung kelas dan melampaui kapasitas sarana perkuliahan.

"Semenjak semester dua kami sudah dibiasakan berdesakan dengan kelas lain di satu ruangan. Banyak dosen seperti itu," ungkapnya.

Selain itu, sesaknya ruang kelas juga tak diimbangi dengan hawa kelas yang kondusif untuk jalannya perkuliahan. Sejumlah ruang kuliah memiliki pendingin ruangan tetapi sekadar pajangan.

"Ada AC tapi cuma dipamer," bebernya.

Hal serupa juga dikeluhkan oleh Ketua Majelis Permusy awaratan Mahasiswa (Maperwa) FIS UNM, Muhammad Awwal. Menurutnya, fasilitas di kampus orange ini masih serba terbatas. "Ruang kuliah masih kurang. Untuk mentaktisi, tak jarang dua kelas digabung dalam satu ruangan," keluhnya.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah ini juga menyesalkan kondisi tersebut karena padatnya ruang kuliah membuat proses transfer ilmu tak ideal.

"Kemarin ada mahasiswa sampai kuliah di luar pintu karena ruangannya tidak cukup lagi," ujarnya.

Kondisi tersebut juga masih tertinggal dari standar kualifikasi nasional perguruan tinggi. Sebab, standarnya satu ruang kelas maksimal untuk 30 orang.

Setelah ditelusuri, berdasarkan data dari Subag Sistem Informasi BAPSI UNM. FIS menampung 2.934 mahasiswa aktif. Sementara menurut data dari Subag Perlengkapan FIS UNM, fakultas ini hanya tersedia 18 ruang kuliah.

Menanggapai hal tersebut, Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum (PD II), Andi Ima Kesuma menjelaskan, permintaan penambahan ruangan tak dapat direalisasikan secara langsung. Dibutuhkan perencanaan yang matang untuk menambah inventaris.

"Penambahan ruangan harus disesuaikan dengan rancangan angarannya, FIS harusnya sudah punya gedung baru seperti Ekonomi," tuturnya.

Di samping itu, Guru Besar Antropologi ini meminta pihak universitas memberi kejelasan terkait penggunaan Gedung Flamboyan yang juga diambil alih oleh FE. Ia berharap gedung tersebut diserahkan sepenuhnya ke FIS sebab jumlah mahasiswanya yang lebih banyak.

Terpisah, Dekan FIS, Hasnawi Haris mengakui kelemahannya dalam satu periode lebih dominan pada peningkatan sarana dan prasarana. Menurutnya, fakultas yang dibawahinya sangat kekurangan gedung.

"Di FIS kita kekurangan gedung, dan itu bukan maunya kita. Kalau mau pengajuan seperti itu kan prosesnya panjang juga," keluhnya.

Ia pun berdalih, persepsi sivitas terkait ruang kuliah di fakultas masing-masing dinilai keliru. Menurutnya, ruang kuliah tetap bisa dipakai oleh setiap fakultas berbeda selama dalam lingkup UNM.

"Kan bisa saja FIS kuliahnya di Fakultas Psikologi, selama ini juga berlaku hal seperti itu. Cuma persepsi kita seolah berkata, wilayahnya FIS yang gunakan, mahasiswanya sendiri," paparnya.

Tak lama lagi, pria asal Soppeng ini akan dideklarasikan sebagai sutradara FIS untuk kali kedua. Guru Besar Ilmu Hukum ini berjanji akan segera memperbaiki standardisasi sarana dan prasarana perkuliahan. Dalam pemaparan program kerjanya, ia tengah merancang terpusatnya sentra perkuliahan pada satu titik.

"Selama ini kan di Gedung Flamboyan ada ruang kelas, perpustakaan dan beberapa ruang dosen. Nanti akan dipusatkan sebagai tempat kuliah saja, lainnya dialihkan di gedung fakultas," beber pria berkacamata ini. (tim)

***

Prodi Bertambah, Prasarana Stagnan

Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali menambah prodinya pada 2016 lalu. Prodi Ilmu Administrasi Bisnis didapuk menjadi prodi kesembilan. Hal itu dinilai kurang tepat karena masih perlu adanya pembenahan prasarana sebelum menambah prodi.

Salah seorang mahasiswa Administrasi Bisnis, Akbar Maulana mengeluhkan kurangnya jumlah ruangan perkuliahan yang disediakan. Terlebih lagi, jurusan yang baru dibuka tersebut, hanya memiliki satu ruangan perkuliahan yang dipakai secara bergantian.

"Ruang kelasnya sempit, apalagi kalau kelasnya digabung, bisa sampai 80 orang satu kelas. Pembelajaran jadi tidak kondusif," keluhnya.

Akbar pun menginginkan, FIS memperadakan laboratorium. Mengingat sampai saat ini fakultas ini belum mempunyai labora toruim tersendiri.

"Kalau bisa ada laboratorium komputer. Apalagi kami ada mata kuliah Pengantar Ilmu Komputer, tapi tidak mempunyai lab untuk praktik secara lang sung," katanya.

Sementara itu, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIS UNM, Saenal juga menganggap keputusan yang diambil oleh pimpinan fakultas keliru. Menurutnya, penambahan prodi tak dapat dilakukan jika sarananya belum memenuhi standar kualifikasi.

"Sangat tidak sepakat. Jumlah ruangan dengan prodi sebelum nya tidak sesuai tapi tambah lagi prodi baru. Inikan sebuah langkah tanpa perencanaan yang matang," ujarnya.

Ia menambahkan, pihak birokrasi seharusnya mengurangi jumlah kuota penerimaan mahasiswa. Sebagai kampus pencetak tenaga pendidik, fokus utama ialah kualitas bukan kuantitas.

"Barangkali bisa dibatasi jumlah mahasiswanya, karena ini perihal peningkatan mutu pendidikan," tambahnya.

Menanggapi hal terebut, Dekan FIS, Hasnawi Haris menerangkan, pembentukan Prodi Ilmu Administrasi Bisnis dilakukan dengan mempertimbangkan analisis kebutuhan masyarakat sebagai pasar. Di samping itu, ia mengaku, syarat kualifikasi pembentukan prodi baru telah terpenuhi.

"Syarat normatifnya bahwa prodi itu dibutuhkan oleh masyarakat. Itu direspon teman-teman karena kualifikasinya minimal memiliki enam dosen yang bergelar magister. Kalau standar itu su- dah terpenuhi kan tidak mungkin diberi izin untuk menambah prodi kalau tidak memenuhi syarat," katanya.

Tak hanya itu, saat ini FIS juga tengah berencana untuk menambah dua prodi baru sekaligus. Di antaranya, Prodi Ilmu Perpustakaan dan Prodi Ilmu Hukum. Keduanya merupakan program kerja yang akan dirampungkan pada periode keduanya. 

Namun, upaya pembentukan prodi baru tersebut masih berada pada tahap pengajuan proposal. "Sementara diproses, proposalnya sudah dimasukkan, kita tinggal tunggu saja," ujarnya.

Guru besar Ilmu Hukum ini juga merasa optimistis, rencana pembentukan dua prodi baru terse- but akan segera terealisasi. Apalagi, menurutnya, banyak dosen lulusan Ilmu Hukum yang siap menjadi tenaga pengajar di jurusan baru tersebut.

"Kalau untuk sumber daya sudah siap. Banyak dosen kita berlatar bidang hukum," tandasnya antusias. (tim)

***

Pembangunan Gedung FIS: Konstruksi Lama Gagal, Usulan Baru Ditolak

Terlepas dari masalah minimnya ruang perkuliahan, FIS memiliki rancangan bangunan yang diharapkan dapat menjadi upaya solutif. Namun, pondasi bangunan yang terdapat di depan Gedung Flamboyan sejak 2011 masih sebatas kerangka.

Tampak, pondasi bangunan yang kian mengusam itu telah ditumbuhi tanaman liar secara menahun. Bahkan, bakal gedung yang masih dalam pembangunan tahap pertama tersebut dijadikan tempat pembuangan sampah.

Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) FIS, Muhammad Awwal meresahkan tidak adanya kabar kelanjutan pembangunan gedung tersebut. Sejak menyandang status mahasiswa FIS, kondisinya tak pernah berubah.

"Tak ada perkembangan yang dilakukan pihak pimpinan. Bahkan tidak ada tanda-tandanya kalau gedung itu mau direspon untuk dibangun kembali," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Dekan FIS UNM, Hasnawi Haris berdalih, gedung mangkrak itu bukanlah kesalahannya, melainkan hasil tukar guling dengan aset FIS yang sebelumnya berada di Jalan Sultan Hasanuddin.

la juga mengatakan dana yang dipakai kala itu bukan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melainkan dana kerohiman. "Sama sekali tidak ada hubungannya dengan APBN. Tak sepersenpun dana APBN dipakai, itu dana hibah," bebernya.

Dekan terpilih periode 2017- 2021 ini pun mengaku tak pernah merencanakan keberlanjutan gedung tersebut. Pada periode pertamanya menjabat dekan, ia melakukan pengajuan gedung baru. Namun hingga saat ini, usulan tersebut belum direstui oleh pihak kementerian.

Permohonan proposal ke Biro Perencanaan Kementrian diajukannya dengan rutin. Namun, lanjutnya, proses pengusulan dilakukan oleh seluruh perguruan tinggi se-Indonesia, bukan oleh UNM saja.

"Prosesnya agak ruwet dan yang menentukan orang pusat. Saingan kita se-Indonesia, mung- kin mereka menilainya siapa yang lebih membutuhkan," jelasnya. (tim)

***

LIPUTAN ini dikerjakan oleh tim. Koordinator St. Aminah. Anggota Ratna, Karmila, Wahyudin, dan Dewi Ulfah. Terbit dalam rubrik Reportase Utama Tabloid LPM Profesi UNM edisi 214 pada Mei 2017. Sengaja saya mengupload tulisan ini di blog pribadi untuk menyimpannya sebagai jejak digital dan portofolio karya saat kuliah. Terimakasih sudah membaca sampai selesai.

Salam,

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url