Mahasiswa, Ramadhan, dan Pulang Kampung

Ramadan tinggal 5 hari lagi. Tapi sampai saat ini kebersamaan dengan keluarga belum terasa di bulan yang suci dan penuh ampunan ini.
Ngopi sambil baca buku di warkop.
Ngopi sambil baca buku di warkop.

RAMADAN tinggal 5 hari lagi. Tapi sampai saat ini kebersamaan dengan keluarga belum terasa di bulan yang suci dan penuh  ampunan ini.

Pernah pulang ke rumah satu malam. Tepatnya waktu malam pertama ramadhan. Kebersamaan hanya sampai makan sahur bersama.

Karena tanggung jawab dan kewajiban di dunia kampus, pagi harinya saya bergegas berangkat ke Makassar mengendarai Jupiter  MX putih andalan yang dibelikan bapak sewaktu semester 3 lalu.

Sepeda motor Yamaha inilah yang selalu membantu dalam setiap aktivitas sehari-hari di kota daeng ini. Rasanya tak ada yang bisa saya lakukan jika kendaraan ini tidak ada.

Seperti ramadhan sebelumnya, hal serupa juga saya rasakan. Minus 2 hari idul fitri baru bisa merasakan nikmatnya berpuasa dan  berbuka bersama keluarga. 

Meskipun hanya kue kering untuk hari  raya dan air putih yang membantu melepaskan dahaga selama  seharian, tapi kebahagiaan dan rasa nikmatnya melebihi ES buah  yang di pakai melepas dahaga di kota yang penuh dengan  keramaian kendaraan dan polusi.

Selama 25 ramadhan yang terlewatkan ini, hanya komunikasi melalui telepon yang sering saya lakukan. Kapan pulang? Seakan  menjadi pertanyaan yang berat untuk dijawab.

Bagaimana tidak. Momentum ramadhan ini sangat menggugah hati untuk selalu ingin membantu dan membuat orang yang disayangi  bahagia. Intinya ingin bahagia. Berkumpul bersama, serta sahur dan  buka puasa dengan makanan yang rasanya sama.

Namun lagi-lagi tanggung jawab serta kepedulian sosial yang membuat saya menunda masa kebersamaan dengan keluarga di  bulan ramadhan ini.

Tentunya sebagai mahasiswa, tugas dan kewajiban bukan hanya sekadar belajar di dalam kelas. Usai final atau ujian akhir semester  langsung pulang kampung.

Tapi sebagai mahasiswa, memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Kata senior saya, mahasiswa itu sebagai agen of change atau  pembawa perubahan, sebagai social of control atau pengontrol  sosial, dan moral of force atau memiliki moral yang patut untuk  dicontoh.

Jika hanya kuliah saja dan pulang kampung menjadi rutinitas mahasiswa, mustahil lahir perubahan di lingkungan masyarakat  yang penuh dengan sandiwara ini.

Masalah kemiskinan dan biaya pendidikan seakan sudah tak menjadi masalah. Padahal saat ini merupakan masalah besar di negara yang katanya demokratis ini.

***

DEMIKIANLAH catatan harian tentang mahasiswa, ramadhan, dan pulang kampung. Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar agar kita bisa saling kenal.

Salam,

signature

Wahyudin tamrin

Lulusan Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif yang pernah menjadi guru honorer selama setahun di sekolah menengah kejuruan. Mulai tertarik menulis saat bergabung di lembaga pers mahasiswa. Bekal dari organisasi di kampus itulah mengantarnya ke media umum dan bekerja sebagai jurnalis.

Tinggalkan komentar di bawah ini dan bagikan pendapat Anda tentang artikel di atas.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال