Daeng Lauk sudah ujian. |
Satu musuh itu terlalu banyak. Seribu teman masih sedikit.
DAENG Lauk. Begitu ia sering disapa. Tubuhnya mungil, tetapi orangnya baik. Senang membantu orang lain, apalagi dalam bidangnya. Otomotif.
Sebenarnya, Daeng Lauk bukan nama aslinya. Nama tersebut disematkan padanya lantaran terlalu rajin pergi membeli lauk. Jadilah.
Baru saja, kemarin, ia kecurian gawainya. Saat sedang tidur lelap.
Saya dapat kabar dari teman, yang satu indekosnya. Kami langsung menggalang dana untuk membantunya. Apalagi saat ini, peralatan elektronik tersebut sangat ia butuhkan. Keperluan berkomunikasi dengan dosen, keluarga, kerabat, dan kekasihnya.
Tanpa sepengetahuannya, salah satu teman diantara kami menginisiasi menggalang dana. Hanya dalam jangka satu hari, dana sudah cukup untuk membeli gawai, meskipun bekas, tetapi itu lebih dari cukup.
Siang kemarin, saat saya masuk ke kampus, tiga orang teman sedang nongkrong di atas motor, di pinggir jalan, tepat di depan laboratorium jurusan. Saya juga singgah.
Ketiga orang tersebut adalah Rammang yang masih lengkap dengan seragam jas, dasi, celana kain hitam, dan sepatu fantovel. Ia baru saja selesai ujian tutup.
Orang kedua adalah Atto, yang menginisiasi penggalangan dana untuk beli gawai untuk Daeng Lauk tadi. Dan satunya adalah Fikri Surya yang sementara ini penelitian. Entah apa yang ia urus dalam kampus.
Terlebih dulu saya salami Rammang, memberinya selamat atas ujian tutup yang telah ia laksanakan. Juga menyapa kedua teman disampingnya.
Sempat menyinggung masalah teman kami, yang kehilangan gawai. Oya, saya baru ingat dan memberinya sedikit dari jepitan dompet. Jumlahnya tidak seberapa.
Entah mengapa, Atto tiba-tiba mempertanyakan gawainya Fikri yang bekas. Kebetulan, dia memiliki dua android.
“Nda mauko jualki HP Sony mu?” kata Atto.
“Rencana ia mauka,” jawab Fikri singkat sambil tertawa.
“Berapa mau mujualkanki?” tanyanya lagi.
“Berapa-berapaji. Mauko kah?” jawabnya lalu bertanya, namun sambil bercanda.
“Iya,” kata Atto.
“Ambilmi Rp400.000 kalau mauko,” kata Fikri lagi.
Mendengar itu, Atto langsung sumringah, tak pikir panjang, ia langsung mengeluarkan dompet dan memberinya uang merah selembar dan biru enam lembar. Total Rp400.000.
Tanpa ada nego lagi, singkat cerita, kami langsung ke jurusan. Fikri mengambil semua datanya, lalu memberi gawai tersebut kepada Daeng Lauk.
Daeng Lauk, atau sebut saja nama lengkapnya adalah Muh. Alwi. Pria asal Mamuju yang kuliah di Makassar. Orangnya cukup sabar menjalani hidup. Sebenarnya, ia tidak meminta ataupun mengharapkan bantuan seperti ini. Tapi ini murni inisiatif teman-temannya untuk membantunya.
Sedikit berbeda dengan yang lain, Alwi terbilang rajin. Tidak pernah menolak jika ada teman apalagi seniornya yang minta tolong.
Meski badannya sedikit mungil, tetapi tidak dengan otaknya. Ia terbilang pandai dan memiliki skill di bidang otomotif.
Dimana-mana orang kerja motor, hampir di situ dia ada. Bukan jadi penonton, tetapi kadang malah dia yang mengerjakan motor orang yang lagi memperbaiki motornya.
Suatu ketika, saat saya selesai mencuci sendiri karburator motor saya, terdapat trouble. Terdengar suara kevakuman dan putaran mesin tidak bisa stasioner.
Untung ada Alwi, tanpa saya minta, ia langsung menghampiri saya, dan mengambil alih pekerjaan. Dia bongkar ulang karburator itu, lalu memasangnya. Setelah ia pasang, putaran mesin langsung stabil.
Bukan hanya itu, ia juga sering membantu temannya dalam mengerjakan proposal penelitian ataupun hasil penelitian. Berhubung ia lebih dulu meneliti. Saya juga termasuk, yang banyak bertanya tentang penyusunan proposal sama dia.
Bukan hanya saya, tetapi juga teman-teman yang lain. Ketika melihat temannya dalam kesusahan, ia langsung menawarkan diri.
Ia juga orang yang jarang mengeluh. Apalagi dalam urusan kuliah.
Alwi selalu membandingkan teman saya yang cukup cepat selesai dan wisuda. “Dia saja bisa masa saya tidak,” katanya.
Meski ia orangnya pendiam, tetapi sesekali berbicara, ucapannya langsung tepat sasaran. Sesekali menyinggung dengan halus, tetapi tidak membuat orang yang disinggunnya marah. Malahan orang yang dituju tertawa karena lucu sekaligus tersinggung.
Teruslah berbuat baik dan lakukan dengan ikhlas. Jangan mengharapkan imbalan dari orang yang kita bantu. Biarkan Allah yang membalasnya.
Terkadang, Tuhan tidak langsung memberi keinginan kita saat membantu orang lain. Tetapi menunggu saat-saat kita membutuhkannya, baru Tuhan kabulkan.
Seperti dalam rumus matematika. Jika pemberian dibagi dengan harapan, maka itu yang akan kita dapatkan.
Rumus Pemberian
Rumus pemberian. |
Semisal jika kita memberi satu dan mengharapkan dua, maka hasilnya kita hanya akan dapat setengah. Jika kita memberi satu dan mengharapkan satu, maka hasilnya kita juga akan dapat satu.
Tetapi jika kita memberi satu dan tidak mengharapkan imbalan apapun, maka kita akan mendapatkan hasil yang tak terhingga.
Sering terjadi, saat kita butuh bantuan orang lain, bukan yang telah kita bantu yang datang, melainkan mereka yang mungkin sama sekali tidak pernah kita bantu.
Di sini pentingnya teman. Di saat keluarga jauh di kampung, temanlah keluarga yang paling dekat yang bisa membantu kita. Bukan keluarga.
Oleh karena itu, carilah sebanyak-banyaknya teman. Dan jangan pernah mencari musuh.
Seperti kata pepatah, satu musuh itu terlalu banyak, dan seribu teman itu terlalu sedikiti.
Cerita hari ini. Pelajaran yang bisa saya petik hikmahnya. (*)