Double Kill dan Cerita Saat Maba

Kembali mengenang masa mahasiswa baru. Di indekos pondok ceria. Lokasinya sangat dekat dengan kampus.

Waktu masih mahasiswa baru, lima tahun lalu, saya tinggal di bangunan dua lantai ini. Bersama Bahrudin. Salah seorang teman sejurusan dan seangkatan.

Dia peranakan Kalimantan dan Barru. Sekarang menetap di Tanah Gerogot, Kalimantan Timur.

Sama-sama perantau. Meskipun ia lebih jauh. Saya dari Palu. Masih dalam pulau Sulawesi.

Namun, saya menyewa indekos itu hanya satu semester. Bermula saat seorang keluarga yang ternyata sekampung di Pangkep dan sama-sama kuliah di Fakultas Teknik UNM. Di kampus, dia adalah senior saya. Dua tingkat lebih tua.

Saat masuk semester dua, saya memutuskan pindah indekos, ke tempatnya. Meskipun sedikit lebih sempit dan agak jauh dari kampus, tetapi sewanya jauh lebih murah. Lokasinya di Jalan Muhajirin 2.

Indekos pertama harganya lima juta pertahun, sementara yang kedua hanya 2,5 juta pertahun. Itupun di indekos kedua saya, berdua dengan salah satu senior juga. Jadi sewa 2,5 juta pertahun itu, saya bagi dua. Empat kali lipat lebih murah dibanding yang pertama tadi.

Namun, di indekos kedua juga hanya sementara. Tepatnya satu tahun. Hanya semester dua dan tiga.

Di semester 3, saya bergabung di salah satu UKM. Setelah bergabung, kegiatan dan agenda di UKM sangat padat, dan saya jarang pulang ke indekos. Waktu siang, saya habiskan di kampus, dan malam di organisasi.

Akhirnya di semester empat, saya berhenti ngeindekos, dan tinggal di Sekretariat UKM. Kebetulan saya sudah memiliki kendaraan pribadi, dan kampung juga cukup dekat, hanya di Maros. Satu jam perjalanan dari Kota Makassar.

Awal tahun ini, saya telah menyelesaikan tahap kepengurusan di organisasi. Sekarang lebih sibuk mengurus tugas akhir.

Wahh, pengantarnya terlalu banyak yah. Sebenarnya, saya hanya mau cerita awal mula, sebelum masuk ke inti, kenapa saya menulis tulisan ini dengan judul Double Kill.

Ceritanya begini. Kembali ke indekos awal.

Di ruangan 3 x 4 meter ini, saya, Surahman, dan Bahrudin (pemilik indekos) tidur. Pagi ini, Bahrudin baru ingin melakukan seminar proposal.

Pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Dan membangunkan saya yang masih lelap tidur karena begadang sampai subuh.

Karena teman atau lebih kerennya saudara tak sedarah (ciahh), dengan solidaritas yang tinggi (ciah lagi), saya bergegas bangkit, mandi, dan bersiap ke kampus membantu dan menemaninya ke kampus.

Dia berangkat lebih dulu menggunakan “Sapi Balap” (nama sepeda motornya) ke kampus. Saya menyusul bersama Surahman. Gandengan menggunakan motor Jupiter MX milikku.

Seminar proposal Bahrudin yang dijadwalkan pukul 09.00 Wita, ditunda karena kedua dosen pengujinya memiliki agenda rapat senat yang mendadak. Sehingga baru dimulai sekitar pukul 11.00 Wita.

Surahman, yang saat ini lanjut program magister di dua kampus sekaligus, UNM dan Unhas, pulang lebih dulu, karena memiliki jadwal kuliah di Gowa.

Kunci motor saya lupa dia berikan. Dan pulang, ia menggunakan “Sapi Balap” milik Bahrudin.

Sialnya, saya baru sadar kalau kunci motor dibawa Surahman saat saya juga mau pulang. Ia lupa memberikannya saat ingin berangkat.

Begitupun dengan sepeda motor Bahrudin juga dibawanya. Akhirnya, saya dan berjalan pulang. Eh, tidak sampai di indekos sih. Hanya sampai di laboratorium.

Surahman yang tadinya hanya di bonceng ke kampus, pemilik sepeda motor saya dan Bahrudin, tetapi malah dia yang enak-enak membawa “Sapi Balap” Bahrudin dan kunci motor saya pulang. Saya dan Bahruddin yang malah jalan kaki.

“Double Kill memang,” katanya.

Di laboratorium, Bahrudin menelpon teman seangkatan yang nge-grab, Nasril. Dia kemudian menjemput kami di lab.

Cerita hari ini, kembali mengingatkan saat masih mahasiswa baru dulu. Mulai dari di indekos yang sama, begitupun saat selesai kuliah. Biasa saya bersama Bahrudin berjalan sama-sama pulang sampai di indekos. Karena waktu itu, kami belum memiliki kendaraan.

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url