Kampung Bonti, Tanah Kelahiran yang Selalu Dirindukan

Kampung Bonti di Kapubaten Pangkep.
Kampung Bonti di Kapubaten Pangkep.

KAMPUNG Bonti. Di sinilah tanah kelahiran. Kakek, nenek, bapak, ibu, saudara dan saudari, semuanya lahir di sini. Begitupun saya. Anak terakhir di keluarga.

Lokasinya di Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep, Sulsel.

Aslinya kampung batu. Kampung ini dikelilingi gunung batu menjulang. Memiliki satu sekolah. SDN 23 Bonti. Hanya punya satu gedung.

SMP hanya ada di ibu kota kecamatan. Jaraknya cukup jauh. Sekitar satu kilometer jalan kaki melewati beberapa lapis gunung. Kadang menanjak. Sesekali terjal. 

Butuh waktu 30 menit jalan kaki bagi yang terbiasa. Itu tanpa istirahat. Kalau sering istirahat, kadang satu jam. Bahkan lebih. Tidak ada kendaraan bisa dilalui selain kedua kaki.

Penduduk yang menetap di kampung ini tidak banyak. Rumah bisa dihitung jari. Tidak sampai 100.

Lebih banyak merantau ketimbang bertahan hidup dengan cara bersawah atau menanam kacang tanah kala kemarau.

Beberapa merantau ke Papua. Ada ke Palu, Mamuju, Palopo, Maros. Bahkan ada ke Malaysia hingga Arab Saudi. Merantau menjadi TKI.

Saya bersama keluarga meninggalkan kampung ini sejak saya masih kecil. Bermigrasi ke Maros.

Di kabupaten berjuluk Butta Salewangang ini saya memulai pendidikan dasar hingga kelas 2 SD. Saat naik kelas 3, keluarga merantau ke Palu. Saya juga ikut. Otomatis pindah sekolah.

Di perantauan lah saya tumbuh besar. Menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah atas. 

Kurang lebih sepuluh tahun di perantauan saya kembali ke Maros. Lalu ke Makassar untuk kuliah. Sampai selesai. Pun saat bekerja, juga di kota Daeng.

Hanya sesekali pulang ke Pangkep. Kadang jika setelah lebaran. Tujuannya untuk berziarah.

Selain itu juga bersilaturahmi dengan keluarga yang menetap di kampung. Juga penduduk yang merantau. Karena momen lebaran lah mereka banyak pulang kampung.

Saya lupa kapan terakhir ke sini. Intinya sudah cukup lama. Sebelum pandemi.

Meski terpencil, jauh dari kota, jaringan tidak stabil, tidak ada listrik, tapi kampung ini selalu menjadi tempat yang dirindukan.(*)

signature
Next Post Previous Post
2 Comments
  • fanny_dcatqueen
    fanny_dcatqueen 20 Juni 2023 pukul 01.19

    Sejauh apapun merantau, kita selalu rindu untuk pulang .. mau terpencil atau terbelakang tempatnya, tetep aja aku kangen kampung juga. Cuma Krn jauh, dan biaya kesana lumayan mahal, makanya jarang pulang 😄

    • Wahyudin Tamrin
      Wahyudin Tamrin 21 Juni 2023 pukul 11.29

      Hehe iya..nanti betul2 ada momen. Entah lebaran atau ada keluarga dekat menikah kadang baru diusahakan. Itupun kadang.wkwkwk

Add Comment
comment url